Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Paradoksal: Kisah-Kisah Perempuan di Bulan Purnama

1 Oktober 2024   10:30 Diperbarui: 1 Oktober 2024   13:33 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sastra yang bersarang di Museum Sandi/Foto: Hermard

"Seperti cinta, kopi bisa dinikmati siapa saja. Seperti kopi, cinta bisa dinikmati siapa saja. Apa bedanya menikmati dan merasakan? Apa pula bedanya dengan memiliki? Apa bedanya kopi dan cinta? Kopi bisa habis demikian juga cinta. Pada ke mana? Ke hati, atau ke kenangan?"

Begitulah penggalan cerita pendek "Cinta dalam Secangkir Kopi" karya Ninuk Retno Raras  yang dibacakan Nana Lusiana Boediman secara ekspresif dengan nada dan tempo pembacaan yang begitu syahdu, mampu menarik perhatian hadirin saat peluncuran buku Paradoksal: Kumpulan Cerpen 18 Penulis Perempuan dalam pertemuan Sastra Bulan Purnama edisi 156 dengan tajuk "Kisah-kisah Perempuan di Bulan Purnama", bertempat di halaman Museum Sandi, Yogyakarta (28/9/2024).

Acara ditandai dengan penyerahan antologi oleh penggagas penerbitan antologi, Nunung Rieta, kepada Museum Sandi, Ons Untoro (koordinator Komunitas Sastra Bulan Purnama), dan Herry Mardianto (pemerhati sastra).

"Saya merasa bersyukur penerbitan antologi dengan penulis para perempuan ini akhirnya terwujud. Semoga dalam waktu mendatang hadir Paradoksal-paradoksal lainnya," harap Nunung saat peluncuran.

Perempuan penulis | Foto: Dok. Pribadi Nunung Rieta
Perempuan penulis | Foto: Dok. Pribadi Nunung Rieta
Sore hingga malam menjelang, halaman Museum Sandi menjadi saksi para perempuan tampil bergantian membacakan penggalan cerita pendek yang termuat dalam Paradoksal. Sebagian pembacanya adalah penulis cerpen dalam Paradoksal, sementara itu ada beberapa pembaca tamu. 

Salah seorang pembaca perempuan yang mencuri perhatian adalah Julia von Knebel. Ia mengenakan kebaya modern dengan kain batik melilit di tubuhnya. Perempuan muda yang berasal dari Jerman itu fasih berbahasa Indonesia dan berhasil membacakan penggalan cerpen "Perempuan Bermata Coklat" karya Maria Widy Aryani dengan apik. 

Julia von Knebel | Foto: Latief Noor Rochmans
Julia von Knebel | Foto: Latief Noor Rochmans
Para penulis yang karyanya dimuat dalam Paradoksal, antara lain Ami Simatupang, Ana Ratri, Barokatussolihah, Chacha Baninu, Ch Sri Purwanti, Margareth Widhy Pratiwi, Maria Widy Aryani, Ninuk Retno Raras, Novi Indrastuti Nunung Rieta, Savitri Damayanti, Sonia Prabowo, Umi Kulsum, dan Yuliani Kumudaswari.

Dalam sambutan di awal acara, Ons Untoro berharap agar  para penulis perempuan terus berkarya tanpa henti.

"Sebagai cerpenis, maka tanggung jawabnya adalah terus menulis dan menulis dengan setia. Jangan berharap atau mempunyai motivasi akan mendapatkan penghargaan. Kalau menulis hanya untuk lomba atau ingin mendapatkan penghargaan semata, maka Anda bukan cerpenis sesungguhnya," ujar Ons mengingatkan.

Menikmati Paradoksal | Foto: Ninuk Retno Raras
Menikmati Paradoksal | Foto: Ninuk Retno Raras
Bagi saya, membaca cerpen-cerpen dalam antologi ini, kita akan memahami bagaimana kenangan (masa lalu) terabstraksi sebagai ikatan emosional berkelindan dengan pengalaman, perasaan, dan peristiwa yang menguatkan identitas seseorang. Perpautan dari konflik, identitas, perubahan dalam tarik ulur "tradisi-modernisasi" melahirkan tema-tema yang menarik. 

Di sisi lain, persoalan cinta dan keluarga, terasa relevan dalam memberikan kesempatan bereksplorasi sekaligus mengekspresikan dunia para penulis perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun