Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bingkisan Lebaran Apa Adanya

2 April 2024   14:34 Diperbarui: 2 April 2024   14:36 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Gila, kemarin (29/3/2024) antre di kasir Mirota Palagan selama satu jam. Semua pembeli mendorong troli dan isinya berbagai kue lebaran, sirup, kurma, roti kering dalam jumlah banyak. Hanya troli kami yang isinya aneh dan jumlahnya tak seberapa: sabun, minyak goreng, dan keperluan harian lainnya untuk dijual lagi di warung," jelas Shanti, adik ipar dengan nada mengeluh.

Ia membuka warung kecil di perumahan Griya Taman Asri, Pandowoharjo, Sleman. Sebulan sekali  kulakan di Mirota Palagan karena harganya bersaing dibandingkan supermarket besar lain yang berdekatan, semua berlokasi di Jalan Palagan, Yogyakarta. 

Mungkin karena alasan itu (lebih murah), dua supermarket besar lainnya kurang dijadikan acuan pembelanja bingkisan lebaran.

Saya pribadi tidak pernah berbelanja  berkaitan dengan tradisi memberi bingkisan lebaran, entah itu berupa parcel atau hampers.

Dulu sebelum kita mengenal istilah gratifikasi, semasa saya masih kanak-kanak, sebenarnya tradisi pemberian bingkisan lebaran terhadap orang-orang tertentu (untuk tidak menyebut pejabat daerah) sudah dilakukan sejak tahun 1970-an. 

Ketupat lebaran/Foto: Hermard
Ketupat lebaran/Foto: Hermard
Saya masih ingat benar bagaimana setiap memasuki bulan Ramadan, maka para pejabat akan mendapat kiriman limun (sirup), minuman kaleng, telur, tepung terigu, gula, kopi, roti kaleng, dan berbagai keperluan Ramadan lainnya, dalam jumlah yang tidak sedikit, dari para relasi. 

Kiriman itu tentu saja terlihat di depan mata, diketahui para tetangga karena pengiriman menggunakan becak samping atau gerobak dorong. Pada saat itu di Kuala Tungkal belum ada kendaraan roda empat. 

Para tetangga yang usil bisa melihat,  menghitung berapa krat limun dan minuman kaleng yang diturunkan, berapa karung tepung yang dipanggul masuk rumah, berapa kotak telur yang diletakan di teras, berapa kantong gula-gula yang ditenteng. 

Semakin mendekati lebaran, kian banyak pula kiriman yang datang dengan beraneka rupa barang. Seandainya mau, mungkin saja para penerima bingkisan itu bisa membuka warung kelontong usai lebaran.

Setelah tumbuh dewasa dan bekerja, anak-anak pun tidak menyiapkan bingkisan lebaran khusus buat kami sebagai orang tua. Paling mereka hanya bertanya, apakah bapak perlu baju koko, sarung, sajadah? Apakah ibu perlu mukena, selendang, atau lainnya? 

Kemudian mereka menyerahkannya sebagai oleh-oleh saat mudik. Semua masih terbungkus tas kertas/plastik dari toko tempat mereka membeli, tidak dibungkus ala hampers atau sebagai hadiah istimewa.

Hidup ala wong cilik/Foto: Hermard
Hidup ala wong cilik/Foto: Hermard
Lalu bukan berarti  di hari lebaran kami tidak berbagi kepada orang lain. Ibu Negara Omah Ampiran, pada malam lebaran selalu menyiapkan lontong opor, sambal goreng, kerupuk udang, beberapa kue kering, serta uang sekadarnya dikirimkan ke tetangga  yang secara ekonomi memiliki keterbatasan: perempuan tua jompo hidup sendirian di rumah gedek, janda ditinggal mati suami, pekerja serabutan, tukang becak di belakang rumah dengan nasib kurang menentu, dan beberapa lainnya agar bisa merasakan berlebaran dengan sesungguhnya.

Mungkin bingkisan lebaran kami untuk wong cilik terasa sangat apa adanya. Tapi itulah yang kami lakukan setiap tahun dengan tulus dan ikhlas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun