Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Seharusnya Pensiunan Mati Gaya

7 Maret 2024   14:50 Diperbarui: 8 Maret 2024   22:37 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tetap nggaya di usia pensiun/Foto: Ibu Negara Omah Ampiran

Seorang karib, berumah di Jakarta,  baru saja pensiun dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, tiba-tiba mampir ke Omah Ampiran (3/3/2024).

"Saya memang punya nazar, begitu pensiun harus ke Yogya. Di samping ingin bertemu dengan orang yang pernah berjasa dalam karir saya, juga ingin ngangsu kaweruh bagaimana menyiasati hidup setelah pensiun," jelas Teguh penuh kesungguhan.

Ia lalu menceritakan beberapa kawan di kantor lamanya (sebelum berkantor di Senayan), setelah pensiun merasa putus asa, stroke, pikun, dan beberapa  lainnya berlaku tidak biasa.  

Saya memaklumi cerita lelaki asli Banyumas itu, karena beberapa teman sekantor di Yogya pun mengalami nasib serupa, terutama bagi mereka yang tidak dapat menghindari sindrom pensiun, merasa kehilangan tujuan hidup setelah pensiun. 

Meskipun begitu, ada juga  teman pensiunan justeru menjadikan masa pensiun  menemukan peluang mengembangkan hobi, melakukan aktivitas baru yang diidamkan saat masih aktif bekerja, memperluas silaturahmi agar tidak kehilangan identitas atau tujuan hidup setelah pensiun. 

Mereka merasa jika hidup setelah pensiun lebih bermakna. Sementara yang lain mungkin mengalami tantangan dalam menyesuaikan diri. 

Kunci utama  memasuki dunia pensiun adalah merencanakan masa pensiun dengan bijak, mencari cara  menjaga keseimbangan hidup yang memuaskan setelah keluar dari dunia pekerjaan.

Memasuki pensiun dengan nyaman sebaiknya mempertimbangkan perencanaan keuangan, gaya hidup tidak berlebihan, mengembangkan keterampilan atau  hobi, dan mempertahankan serta memperluas jaringan sosial demi kesejahteraan emosional.

Seorang teman di Bogor, jauh-jauh hari sebelum pensiun menyiapkan diri menjadi marbot masjid di kampungnya. Katanya,   ini merupakan salah satu cara untuk mencari ketenangan dalam mendekatkan diri kepada Tuhan mengingat usia semakin menua.

Krishna Mihardja, guru di sebuah SMP Negeri di bilangan Lempuyangan Yogyakarta, saat pensiun pada tahun 2017 merasa mendapatkan kebebasan.

"Wah, pensiun itu lebih dari lima puluh persen berarti lir jaran ucul saka gedhogan-seperti kuda lepas dari kekang/kandangnya, merdeka! Selebihnya bersyukur untuk menikmati hidup dan kehidupan," tulis lelaki (lewat pesan WhatsApp) yang juga dikenal sebagai sastrawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun