Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pak Mardjoko: Kesetiaan pada Kehidupan Desa

23 Januari 2024   17:34 Diperbarui: 23 Januari 2024   21:14 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu saja Pak Mardjoko tak pernah membayangkan bagaimana hidup di kota karena begitu cintanya terhadap desa sebagai wilayah sangkan paran dumadi. 

Suatu malam, ia sempat heran saat listrik mati, kok ada lampu yang tetap menyala di perumahan, tepat  di seberang rumahnya. Lelaki berusia lebih dari  lima puluh tahun yang warna rambutnya mulai memutih itu, tidak paham jika ada lampu emergency yang secara otomatis menyala saat aliran listrik tiba-tiba padam.

"Lha kok lampu mergi riki wonten sing mboten pejah-kok ada lampu penerangan jalan perumahan tetap menyala, Mas?" tanya Pak Mardjoko heran dan lugu. Ia sengaja mendatangi saya saat malam gerimis, sekadar untuk memupus rasa penasarannya.

Jiwa petani/Foto: Hermard
Jiwa petani/Foto: Hermard
Sejak muda ia  tinggal di pinggiran desa Pundong, Sleman, Yogyakarta, akrab dengan bau sawah, sapi, ayam, kambing, dan bebek. Dengan ilmu titen -membaca tanda-tanda alam - ia berhasil menyiasati keperluan hidup sehari-hari. 

Jika musim hujan tiba, Pak Mardjoko memelihara bebek, menanam padi. Sebaliknya di musim kemarau,  semua bebek dijual, beralih memelihara ayam dan menanam palawija.

"Sakmenika mboten kados riyin. Titi mangsa mboten saged dietang. Lha garengpung mungal, e, tetep jawah-sekarang susah meramal cuaca. garengpung (tangir) berbunyi, tanda masuk musim kemarau, tetap saja ada hujan," ujar lelaki berkulit legam itu.

Ia bercerita kalau sepuluh tahun lalu petani masih bisa  niteni pranatamangsa dengan cara mengamati bintang-bintang di langit. Ada pranatamangsa waluku, gubuk penceng, banyak angkrem, wulajarngirim, dan bimasakti. Butuh keahlian dan kesabaran untuk bisa membaca pranatamangsa dengan baik, terlebih perhitungannya bersifat lokalitas dan temporal. 

Tandur/Foto: Hermard
Tandur/Foto: Hermard
Musim tandur biasanya akan dimulai saat waluku terlihat di ufuk timur sebelum terbitnya matahari. Susunan bintang waluku akan menyerupai bajak yang siap digunakan.  

Beberapa bulan kemudian bintang waluku terbit di ufuk timur sesaat setelah matahari terbenam. Inilah saatnya para petani membajak, menanam padi, dan merawatnya. 

Setelah bintang/rasi waluku bergerak kian tinggi di langit pada malam hari dan mencapai titik puncaknya setelah matahari terbenam, maka posisinya semakin merendah di ufuk barat dengan isyarat gambar posisi bajak terbalik, itu merupakan pertanda bahwa  musim panen telah tiba.

Musim panen/Foto: Hermard
Musim panen/Foto: Hermard
Ketika musim tandur tiba, sebagai orang yang sudah puluhan tahun menggeluti tanah sawah, Pak Mardjoko tidak akan menggunakan traktor guna membajak sawahnya, meskipun beberapa tetangganya menggunakan jasa penyewaan/pengerjaan bajak sawah memakai traktor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun