Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menggulirkan Ide

18 Januari 2024   15:11 Diperbarui: 18 Januari 2024   15:25 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meneropong ide/Foto: Hermard

Percayalah bahwa tidak ada satu pun tulisan yang tidak berangkat dari ide atau gagasan. Bahkan penemuan, rekayasa sekecil apa pun, pasti berangkat dari ide. Ada yang mengatakan bahwa ide merupakan awal dari sebuah peradaban. 

Meskipun ide dalam sebuah tulisan menjadi sesuatu yang teramat penting, tetapi  bisa saja menjadi sesuatu yang sia-sia.  Siapa pun boleh memiliki ide  cemerlang, dahsyat, kampiun, tetapi jika ide itu disampaikan secara sembrono, menggunakan bahasa yang tidak mudah dipahami pembaca, niscaya ide yang disampaikan tidak akan berguna, menjadi sia-sia. 

Artinya, seorang penulis yang baik, mau tidak mau, harus belajar bagaimana cara menyampaikan ide/gagasan dengan menggunakan  bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa yang mudah dipahami pembaca.

Belajar EYD/Foto: Hermard
Belajar EYD/Foto: Hermard
Ide bisa saja didapatkan dari membaca, mendengarkan, memikirkan, merasakan, melihat/menyaksikan. Ada yang mengatakan bahwa tidak mungkin seseorang menjadi penulis tanpa kesediaan membaca. Pun juga, ide bisa didapatkan setelah seseorang menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola atau bulutangkis, misalnya. 

Dari peristiwa "menyaksikan" itu,   seseorang bisa mendapatkan ide untuk  menulis. Jangan khawatir tulisan kita akan sama dengan tulisan orang lain yang juga menyaksikan pertandingan yang sama. Perbedaan terjadi karena masing-masing penulis mempunyai pilihan momen, angle,  dan cara bertutur sesuai kemampuan dan selera masing-masing. 

Proses alih media dari tontonan menjadi tulisan, merupakan tantangan kreativitas tersendiri bagi masing-masing penulis. 

Begitu pula alih media dari tulisan (novel) menjadi film layar lebar memerlukan kreativitas agar kata-kata dapat diterjemahkan ke dalam gambar bergerak. Tantangannya lebih besar karena akan melibatkan pengarang, sutradara, pemain, scriptwriter,  dalam menjaga nuansa novel agar tidak menyimpang jauh saat dituangkan menjadi film layar lebar.

Alih media novel ke film/Foto: Wikipedia
Alih media novel ke film/Foto: Wikipedia
Pilihlah ide yang dekat dengan diri sendiri. Sebaiknya kita menulis terkait dengan hal-hal yang  dikuasai. Langkah ini dilakukan agar pembaca percaya dengan apa yang kita tulis. 

Tidak mungkin, misalnya, saya tiba-tiba menayangkan tulisan  mengulas pertandingan tenis Australia Open saat Raducanu (Inggris) berhadapan dengan Y. Wang (China) karena saya tidak pernah menonton  dengan serius saat mereka bertanding. 

Terlebih saya juga tidak punya pengetahuan mengenai istilah-istilah   dalam  tenis lapangan: breadstick, advantage, break back, dan sebagainya. Pembaca dan admin Kompasiana, tentu lebih percaya kalau saya menulis soal seni, satra, dan budaya.

Apakah ide akan muncul dengan sendirinya saat kita akan menulis? Tentu saja tidak, karena ide harus dicari.  Terkadang penulis pemula merasa kesulitan mendapatkan ide, mereka tidak menyadari bahwa apa yang dialami, dipikirkan, dan dirasakan, dapat menjadi ide tulisan. 

Kesulitan mendapatkan ide ini lalu memunculkan asumsi bahwa hanya orang-orang kreatiflah yang mudah mendapatkan ide. Lebih absurd lagi, muncul anggapan bahwa penulis, orang-orang kreatif itu, memang sudah mempunyai bakat sejak lahir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun