Tiga hari yang lalu, saya baru saja selesai membaca lebih dari dua ratus fiksi mini, ditulis oleh enam puluh perempuan dengan beragam latar belakang pendidikan, pengalaman, dan "pengetahuan" bersastra, menghadirkan berbagai macam bentuk fiksi mini. Setiap fiksi mini terdiri dari maksimal 200 kata.Â
Rencananya ratusan fiksi mini tersebut akan diterbitkan oleh Komunitas Perempuan Bertutur Yogyakarta dalam sebuah buku antologi, diluncurkan pada bulan Maret 2024. Sebelumnya Komunitas Perempuan bertutur telah menerbitkan antologi cerita pendek Sebelas Perempuan Bertutur (2021), antologi fiksi mini Tenedor Libre (2022), dan Morse (2023).
Dalam pembacaan, terdapat fiksi mini yang menyerupai catatan harian, esai, beberapa dialog ditulis seperti naskah drama, bahkan ada cerita dengan konflik begitu datar.
Beberapa penulis tampaknya kurang menyadari bahwa bagaimanapun juga sebuah fiksi mini memiliki  konflik dan pengembangan cerita harus mencapai puncaknya dengan cepat untuk mempertahankan ketegangan.Â
Perlu disadari bersama bahwa hakikat sebuah cerita  sesungguhnya adalah konflik yang muncul karena adanya relasi oposisi antartokoh, bukan sekadar  bentuk tulisan pribadi yang mencerminkan pengalaman, pemikiran, bersifat reflektif dan personal, atau berkenaan dengan perasaan penulis sehari-hari yang seringkali lebih bebas dan tidak terikat oleh unsur naratif atau struktur cerita. Â
Relasi oposisi tersebut harus mendukung pesan dan goal cerita. Setiap elemen  yang disertakan memiliki peran signifikan dalam keseluruhan naratif.
Kehadiran  tokoh dalam fiksi mini, jumlahnya dapat bervariasi tergantung pada kebutuhan cerita. Dalam format yang sangat singkat, mungkin hanya melibatkan satu atau dua tokoh untuk menjaga fokus dan efisiensi.Â
Jika cerita membutuhkan beberapa tokoh, pastikan setiap karakter memiliki kejelasan peran dan relevan terhadap plot atau pesan yang ingin disampaikan. Jadi, jumlah tokoh dalam fiksi mini sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan naratif yang  dirancang.
Kehebatan dalam penulisan fiksi mini akan berkaitan dengan kemampuan penulis menyampaikan pesan atau cerita secara padat dan efektif, memilih kata-kata dengan hati-hati, dan memfokuskan pada esensi cerita tanpa banyak pengembangan karakter atau latar.
Konflik dalam fiksi mini  disajikan dengan singkat namun tetap memikat. Fokus pada satu konflik utama (baik dengan tokoh lain, diri sendiri, maupun lingkungan) atau permasalahan yang dapat menggerakkan cerita.Â
Inti dari konflik harus jelas, dan pengembangan cerita  mencapai puncaknya dengan cepat untuk mempertahankan ketegangan. Penting juga memberikan resolusi atau penyelesaian yang memuaskan, meskipun dalam ruang kata terbatas.
Fiksi mini yang terkumpul, memiliki kekayaan tema, baik berkaitan dengan masalah politik -- sangat kontekstual dengan penyelenggaraan Pemilu 2024 -- maupun persoalan di seputar dunia perempuan, perubahan sosial budaya, dan beberapa tema unik lainnya.Â