"Kenangan, seperti data yang tersimpan dalam lemari arsip. Tertutup rapat, namun sekali waktu bisa dibuka dan ditarik keluar dari kegelapan. Tak membutuhkan indeks memori atau kode, hanya rasa ingin kembali yang memandu kenangan masuk dalam kesadaran. Membuka kenangan kadang membutuhkan keberanian, kerendahan hati, atau kebersyukuran untuk berjalan mundur. Dan perjalanan mundur itu dilakukan oleh Nurani, setelah puluhan tahun menolak membuka kenangan masa kecilnya."
Begitulah pembuka paragraf  cerpen "Pugna (Binar-Mentari dalam Arsip Kenangan)" karya Antarini Arna, termuat dalam antologi Bulan di Pohon Trembesi yang diluncurkan Komunitas Sastra Bulan Purnama, Jumat (15/12/2023) di Balai Bahasa Yogyakarta.  Antologi tersebut memuat cerita pendek dari sebelas  penulis perempuan, baik dari Yogyakarta, maupun luar kota.
Bukan tanpa alasan mengapa cerpen yang berisi kenangan Nuraini terhadap teman masa kecilnya, Binari, ditaruh sebagai cerpen pembuka, karena beberapa cerpen lainnya pun bercerita soal kenangan, terutama kenangan terhadap sosok ibu dan orang-orang tercinta, misalnya "Ibu Menerawang Jitu", Â dan "Gelagat Menggurat Peristiwa"(keduanya karya Lies Wijayanti SW).Â
Meskipun begitu, persoalan konflik rumah tangga dan persoalan perempuan mendominasi keseluruhan cerita pendek dalam antologi ini.
"Dunia perempuan, lebih-lebih dunia ibu, tak habis-habisnya menjadi bahan tulisan. Banyak sisi yang bisa dipilih untuk ditulis, dan biasanya, ketika menulis seorang ibu, hal yang tak bisa dilepaskan dalam kisahnya ialah soal kasih sayang, kesetiaan, ketabahan. Cerpen-cerpen dalam buku ini menyajikan berbagai kisah menyangkut perempuan, namun tidak ada yang mengharu biru, seperti kisah dalam sinetron: kisah sedih berakhir bahagia," tulis Ons Untoro dalam kata pengantar.
Peluncuran antologi ditandai dengan pembacaan cerpen oleh beberapa penulis maupun partisipan. Ninuk Retno Raras membacakan "Bulan di Pohon Trembesi".
"Melaui cerpen ini, saya menggambarkan keinginan berdamai dengan masa lalu, Â harus dihadapi untuk langkah berikutnya yang lebih baik," jelas Ninuk yang memulai proses kreatifnya bersastra dengan menulis buku harian.
Masa kelam  Ratri (tokoh utama cerpen "Bulan di Pohon Trembesi") yang membunuh Om Ndo - belakangan diketahui bahwa lelaki itu ternyata ayahnya, dan  tidak mati, bahkan membebaskan Ratri dari penjara, membiayai kuliah hingga lulus -- membuatnya lunglai menghadapi kenyataan itu. Untunglah ia masih punya ibu dan pohon trembesi.
"Apa hubungan bulan dan pohon bagi perempuan? Keduanya adalah kekuatan untuk mencintai dengan upaya memahami dan mengampuni," tulis cerpenis kelahiran  Kediri itu di media sosialnya.
Cerpen dengan latar Jawa yang cukup kuat adalah "Karti Kali Code" (Dwi Pratiwi). Sebagai wanita Jawa, Karti hanya bisa pasrah mengetahui bahwa lelaki yang akan menikahinya ternyata sudah mempunyai isteri.
Kang Manto mengajak Karti ikut ke Jogja. Waktu itu hati Karti ragu untuk ikut Kang Manto ke Jogja setelah beberapa bulan sebelum mereka menikah, Karti mendengar kabar dari temannya bahwa sebenarnya Kang Manto itu sudah beristri. Karti serba salah, raganya sudah telanjur diserahkan sepenuhnya kepada Kang Manto, sehingga keadaanlah yang memaksa Karti harus menikah dengan Kang Manto.