Sejak dua bulan yang lalu Mas Noereska dan teman-teman dari Ruli (Rumah Literasi) Blora, berencana mengajak Mas Landung Simatupang-tokoh teater, aktor- dan beberapa teman ke Blora. Keinginan itu kian menguat setelah kami, termasuk Mas Heri Ruli, menyaksikan Pertunjukan Pembacaan Prosa: Perburuan Pramoedya (16/10/2023) yang disutradarai sekaligus dimainkan oleh Mas Landung didukung aktor hebat Alex Suhendra, Enji Sekar, Putu Alit Panca, dan Rendra Bagus Pamungkas.
Dalam pementasan di IFI-LIP Yogyakarta, ditampilkan latar stasiun kereta api, jembatan kali Lusi, dan sebuah rumah dengan pintu, jendela bertirai kain kelambu, menghadap ke arah stasiun maupun jembatan.
"Wah, seting rumah Perburuan Pramoedya membuat saya langsung teringat rumah mertua di pinggir kali Lusi. Dari rumah itu kita bisa melihat ke arah kali Lusi dan stasiun kereta api Blora. Mas Landung perlu ke sana agar dapat lebih mempertajam imajinasi terhadap latar cerita," ujar Mas Noer seusai menyaksikan Perburuan Pramoedya.
Berenam kami akhirnya berangkat ke Blora (20/11/2023), bukan sekadar ingin membuktikan bahwa karya-karya Pramoedya ditulis berdasarkan fakta. Tidak hanya bertandang ke markas Ruli untuk berdikusi mengenai apa yang menjadi cita-cita pendirian rumah literasi Blora, tetapi juga ingin melihat situasi rumah masa kecil Pramoedya Ananta Toer sambil menemui Soesilo Toer (adik Pram), dan menikmati lezatnya kuliner Blora.
Pagi (21/11/2023), selepas sarapan nasi rawon dan asem-asem di Warung Bu Rum, Kamolan, kami bertandang ke Soesilo Toer (Pak Soes) yang mendiami rumah keluarga, sekaligus digunakan sebagai perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (PATABA) di Jalan Pramoedya Ananta Toer (semula bernama Jalan Sumbawa) 40, Jetis, Blora.
Meskipun menyandang gelar master jebolan University Patrice Lumumba dan doktor bidang politik dan ekonomi dari Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov Uni Soviet - Moskow, Pak Soes (86), anak ketujuh pasangan Mastoer dan Siti Saidah, memilih menjadi pemulung.
"Jangan lihat pekerjaan saya, tapi hasilnya. Pemulung adalah garda depan manusia untuk menyeimbangkan dan menjaga alam," sambut Pak Soes di halaman rumahnya yang setiap sudutnya dipenuhi rongsokan, ada beberapa ekor ayam berkeliaran mencari makan.
Saat kami datang, lelaki kelahiran Blora, 17 Februari 1937, tengah memilah rongsokan, bertelanjang dada, memamerkan kulit tubuhnya yang legam. Tangannya lalu menyambar kaos berwarna biru dari bahunya sambil mempersilakan kami ke ruang tamu yang dipenuhi deretan kursi, rak buku, bingkai foto, dan lukisan.Â