Puisiku menjadi batu mengeras seperti rindumu. Sajakku membatu seperti kenangan bersamamu. Imajinasiku membatu tak lagi sanggup mengais-ngais bayangmu.
Seorang tua mengambil batu-batuku. Ia membangun rumah dengan dinding puisi, lantai sajak, dan genting imajinasi.
Aku sendiri sibuk melipat garis wajahmu. Memasukkannya ke dalam dompet bersama sejumput kesangsian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!