Malamku mengapa engkau belok ke kiri, sedangkan aku ingin ke kanan. Hujanmu berjatuhan riuh di genting hatiku, kelu. Sudahlah, berhentilah, biarkan aku hening menangkapi sepi demi sepi di ujung jalan penantian. Anginmu begitu jahat menampar-nampar, melemparkan nasib ke ranting pohon yang tak berukir namamu. Ada tulisan menggantung: dilarang memanjat kecuali ditemani desau kesetiaan.
Kali ini aku sendirian. Kedinginan. Mengapa selimut dengan gambar jantung hati itu tiba-tiba hilang?Â
Gelapmu terlalu asyik menyelinap di gang buntu dukaku. Malam begitu sempurna.Â
"Belok kiri jalan terus," bisikmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H