Hujanku terluka di padang pasir yang tandus akan doa-doa. Hutan meranggas, dedaunan tak bertangkai. Akarnya  seperti sejarah dipenuhi peta buta tak terbaca. Sungai, airnya menghilang tanpa percakapan dengan bebatuan keangkuhan diri sendiri. Lumutnya kukemasi bersama ingatanku yang larut. Azan mengapung saat aku bersejingkat menggapai fatamorgana-Mu. Senjaku menggigil sendirian di dekat tugu penghabisan.
Seekor burung gagak hinggap di pohon trembesi di belakang rumah. Matanya tajam berkedip pada degup jantungku.
Tuhan, engkau di mana? Terselip dalam doa-doaku kah?
(terdengar percakapan hujan, hutan, dan sungai yang kian tak bisa kupahami)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H