Pendidikan, Kemendikbudristek di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan, Mas Nadiem Makarim, menyampaikan kebijakan bahwa mahasiswa tidak lagi diwajibkan  menyusun skripsi untuk meraih gelar sarjana.Â
Dalam sebuah konferensi pers yang diadakan di gedung KementerianKetentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang dikeluarkan Selasa (29/8).
Menteri Nadiem menjelaskan bahwa perubahan tersebut merupakan bagian dari upaya mengadaptasi sistem pendidikan tinggi Indonesia dengan tuntutan zaman.
"Kita perlu berpikir lebih dinamis dan inovatif dalam menjalankan pendidikan tinggi di negara kita. Dunia kerja saat ini menghendaki lulusan yang memiliki keterampilan praktis yang dapat langsung diaplikasikan, dan itulah yang ingin kita dorong," ujar Menteri Nadiem.
Nadiem Makarim juga menyatakan bahwa skripsi untuk mahasiswa S1 tidak bisa menjadi ukuran universal di semua program atau disiplin ilmu. Oleh sebab itu, mahasiswa Sarjana (S1) atau Sarjana terapan dapat mengganti skripsi dengan prototype, proyek, atau bentuk lainnya. Sedangkan untuk program Magister (S2), Magister Terapan, Doktor (S3), dan Doktor Terapan, tetap diwajibkan membuat tugas akhir, meskipun tidak wajib menerbitkannya dalam jurnal.Â
Disebutkannya, dalam kebijakan Transformasi Standar Nasional, kampus dan mahasiswa menghadapi berbagai tantangan terkait tugas akhir skripsi. Ia menambahkan bahwa kampus perlu menyesuaikan format pembelajarannya agar lebih relevan dengan dunia nyata, sehingga memerlukan lebih banyak ruang untuk mengakui dan mengembangkan hasil pembelajaran di luar kelas.Â
Keputusan mengenai kebebasan tesis, disertasi, atau makalah ada pada Ketua Program Studi (Kaprodi) masing-masing, bukan Mendikbud Ristek, kata Nadiem.
Pro dan Kontra
Tentu kebijakan ini menimbulkan  reaksi pro dan kontra, setidaknya ini dapat dicermati dari dunia maya lewat komentar para nitizen.
Sebagian nitizen menyambut baik perubahan ini, menganggap bahwa skripsi  menjadi beban penghambat mahasiswa untuk fokus pada pengembangan keterampilan yang lebih relevan dengan dunia kerja.Â
Ada juga yang melontarkan kritik dan mencemaskan  penghapusan skripsi dapat mengurangi kualitas pendidikan tinggi di Indonesia dan merendahkan standar akademik.
Nitizen lain menyatakan bahwa sesungguhnya membuat skripsi itu tidaklah terlalu sulit, sudah ada buku panduannya. Banyak data kuantitatif yang bisa dicari lewat online. Pun referensi bisa didapatkan dari  banyak situs resmi online dari Perpusnas. Kalau hal gampang saja dihapus, jangan-jangan nanti kalau lulus, mahasiswa hanya  jadi semacam bungkus gorengan... Kalau begini, justeru menyebabkan kemunduran generasi muda dari tradisi ilmiah.
Hal yang menyebalkan saat menyusun skripsi, dosen pembimbing yang sok sibuk, susah ditemui, hari ini ada di luar kota, lusa sudah di luar negeri, dan jadwal bimbingan menjadi amburadul. Alasan lain, dosen sibuk mengajar, bahkan sampai di beberapa tempat. Paling tidak menyenangkan jika banyak oknum dosen menyalahgunakan bimbingan untuk kepentingan pribadi.