Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tukang Juga Manusia

30 Agustus 2023   19:41 Diperbarui: 30 Agustus 2023   20:13 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Molen dan manusia/Foto: Hermard

Saya terus teringat pesan eyang atau Mbah Kakung Tjokrodikromo  saat mengundang orang (tukang)  ke rumah untuk meminta bantuan mereka.

"Aja sewiyah-wiyah marang liyan. Nek arep kajen ya ngajeni-jangan bersikap semena-mena, kalau mau dihormati orang lain, hargailah mereka," pesan Mbah Kakung saat orang tua kami ingin membangun rumah.

Puluhan tahun kemudian, saat saya harus meninggalkan rumah tabon dan membeli kavling perumahan di wilayah Sleman, Yogyakarta, pesan Mbah Kakung tetap menjadi ujaran bijak yang saya jadikan pegangan.

Dalam proses pembangunan rumah kavling, sudah melalui proses kesepakatan awal soal tata ruang, luas bangunan, material yang digunakan, titik lampu, saluran air dan pembuangan, serta lamanya pengerjaan.

"Dalam pelaksanaan pembangunannya, kami harap sudah tidak ada komplain lagi. Kalau sesekali Bapak ke lapangan dan ada yang perlu didiskusikan, silakan langsung ke pengawas lapangan atau ke mandor bangunan, jangan ke tukang yang mengerjakan," pesan pihak pengembang di akhir pertemuan.

Sebagai calon pemilik rumah, tentu kami nantinya sesekali ingin melihat bagaimana proses pembangunannya, sambil diam-diam mengawasi kalau-kalau ada kesalahan tukang di lapangan dalam memahami desain.  

Mbah Waji/Foto: Hermard
Mbah Waji/Foto: Hermard
Strategi ngajeni marang liyan-menghargai orang lain, saya terapkan dalam berhubungan dengan mandor bangunan bernama Mbah Waji. Meskipun saat pertama kali bertemu suasana kagok tidak dapat kami sembunyikan, tapi pada pertemuan selanjutnya, mulai terjalin hubungan simbiosis mutualisme, interaksi  saling menguntungkan.

Lelaki berusia senja yang bekerja dengan penuh semangat dan  selalu mempertimbangkan detail bangunan itu tidak  menolak saat ibu negara Omah Ampiran membawakan buah tangan setiap akhir minggu ketika melihat perkembangan pembangunan.

"Waduh kok repot-repot to Bu," ujar Mbah Waji.

"Tidak repot kok Pak, biar bisa untuk barengan sama teman-teman lain," jawab ibu negara Omah Ampiran sambil menyerahkan tas berisi makanan dan beberapa bungkus rokok.

Saat rolasan (istirahat siang), saya kemudian berkesempatan ngobrol ngalor-ngidul bersama Mbah Waji. Dari sini saya tahu kalau enam orang tukang yang bekerja membangun kavling kami semua masih bersaudara dengan Pak Min, pemborong. Ada Mas Sapari (adik pemborong), Mas Sugeng, Pak Endang, dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun