Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kotagede, Pegadaian, dan Peti Besi

27 Agustus 2023   15:13 Diperbarui: 27 Agustus 2023   15:59 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keteduhan Kotagede/Foto: Hermard

Banyak cerita yang bisa dikisahkan mengenai Kotagede, sebuah distrik kota tua yang terletak enam kilometer di tenggara kota Yogyakarta. Mulai dari kerajinan perak dan emas, makanan tradisional bernama kipo, sampai makam Kotagede (Makam Sapto Renggo) tempat disemayamkannya Ngabehi Loring Pasar Sutawijaya-pendiri kerajaan Mataram yang bergelar Panembahan Senopati. 

Di kompleks makam Kotagede terdapat pula pusara Ki Ageng Mangir, menantu Panembahan Senopati yang sekaligus merupakan musuh beliau, sehingga setengah dari makamnya terletak di luar kompleks.

Merawat kompleks makam raja-raja/Foto: Hermard
Merawat kompleks makam raja-raja/Foto: Hermard
Tak dapat dipungkiri bahwa kedatangan wong kalang di Kotagede pada abad ke-18 memegang peranan penting dalam bidang perdagangan dan ekonomi. Wong Kalang menetap di wiayah Tegalgendhu (dalam perkembangan berikutnya menjadi tempat pemukiman orang-orang kaya) dan menguasi perdagangan, jasa transportasi, dan pegadaian. 

Di samping sebagai pusat perdagangan dan ekonomi, Kotagede menjadi pusat pembuatan senjata karena banyaknya perajin mranggi dan pande wesi. Kenyataan ini menjadikan masyarakat Kotagede hidup berkecukupan dan menjadi kaya raya. 

Kekayaan masyarakat Kotagede setidaknya terwakili oleh sosok Fatimah, anak perempuan Demang Brajasemita yang menikah dengan Mulyasuwarna pada tahun 1872. Pasangan ini terus mengumpulkan pundi-pundi kekayaan setelah mendapat hak mengelola rumah gadai. 

Rumah gadai sempat ditutup oleh Keraton Yogyakarta pada awal abad ke-20. Hak pengelolaan rumah gadai yang diurus Fatimah didapat dari Keraton Surakarta yang tetap mempertahankan pegadaian di wilayahnya, termasuk di Kotagede. 

Pegadaian Fatimah berkembang pesat karena pelanggannya di dominasi oleh keluarga kaum ningrat sehingga pegadaiannya berkembang bak bank swasta.

Dalam catatan van Mook, orang kaya bermunculan di Kotagede karena Kotagede menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di Hindia Belanda.

Rumah orang kaya Kotagede/Foto: Hermard
Rumah orang kaya Kotagede/Foto: Hermard
Begitulah, Kotagede menjadi tempat tumbuhnya "raja-raja" uang dari jutawan sampai millioner. Hanya saja orang-orang kaya Kotagede takut dengan penyitaan/pajak (belasting) sehingga kekayaan mereka tidak pernah dipamer-pamerkan. 

Kebanyakan orang Kotagede menyimpan uang dan harta kekayaan mereka di dalam rumah sehingga kemuliaan dan kekayaan orang Kotagede dapat diukur dari besar dan tingginya peti besi yang dimiliki. 

Jangan terkejut jika ada peti besi yang berukuran sedemikian besarnya sehingga orang bisa masuk dan berdiri di dalamnya bersama uang dan harta yang disimpan. Mungkin saja peti besi besar itu juga berfungsi sebagai alat pelindung dan tempat persembunyian yang aman bagi orang kaya Kotagede ketika itu ..

Rujukan: Jelajah Jogja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun