Buku ini kaya informasi. Itu disampaikan melalui kolaborasi antara kata, foto, gambar, ilustrasi grafis, peta, warna dan tata letak, serta kiat-kiat lain yang dirancang dengan elok sehingga komunikatif, menyejukkan hati.Â
Paparan tentang potensi kultural, kepariwisataan dan ekonomi sebagian dari pegunungan Menoreh sisi utara terhidangkan secara hidup. Penulis mendasarkan karya mereka pada pengalaman pribadi dan pengamatan nyata di lapangan. Maka pembaca pun seperti dibujuk  ikut mengalami, datang sendiri, berinteraksi langsung dengan lingkungan alam, budaya, dan insan setempat yang ramah, hangat, ulet, serta kaya daya cipta, hikayat dan cerita. (Landung Simatupang)
Buku "Kisah-kisah dari Pegunungan Menoreh Utara" dikerjakan oleh Welut Art Projects, melibatkan Aisyah Hilal (Pimpinan Project), Transpiosa Riomandha (Peneliti, Penulis), Muhammad Abe (Peneliti, Penulis), Dwi Oblo (Fotografer), Taufiq Nur Rachman (Editor), Prihatmoko 'Moki' Catur (Ilustrator), Anang Saptoto (Desain dan Tata Letak), Kurnia Fahmy Ilmawan (Kartografer)  dan  diterbitkan Badan Otorita Borobudur (2022).
Karya ini  merupakan hasil dari serangkaian perjalanan, perjumpaan, dan pengalaman tim penulis  mengeksplorasi wilayah pegunungan Menoreh sisi utara. Berisi kumpulan kisah dari lima desa di provinsi Jawa Tengah:  desa Kalirejo, Ngadirejo, Ngargoretno (Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang), desa Ngadiharjo (Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang), dan desa Jati (Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo).Â
Story telling rakyat dari kelima desa itu berkaitan dengan cerita menarik mengenai  petilasan, kesenian, tradisi, daya hidup, dan kisah  Pangeran Diponegoro. Mitos dan legenda kelima desa tersebut masih terpelihara serta disampaikan turun-temurun.
Tampaknya, Welut Art Project meyakini  bahwa tradisi lisan merupakan sumber ilmu pengetahuan, dapat dijadikan  tonggak awal dalam penelusuran atau merekonstruksi peristiwa sejarah.Â
Dalam tradisi lisan, maka penyampaian cerita dilakukan dari mulut ke mulut, terdapat beberapa versi cerita, tidak diketahui sumber aslinya; dan semua ini disadari oleh para penulis.Â
Sebagai bentuk pertanggungjawaban  penulis buku  terhadap "kesahihan" cerita, selalu disebutkan narasumber dari mana cerita diperoleh. Jika menjelaskan  asal-usul suatu tempat,  disertakan bukti berupa foto benda atau ilustrasi artefak. Â
Pembaca dibawa larut ke sendang Asmoro dan mata air lain yang berada di desa Ngadiharjo, yaitu sendang Beji, tepatnya di dusun Karang Kalangan. Mbah Paimo menyebut sumber ini sebagai sendang dengan tuah kawijayan. Airnya diyakini dapat membuat seseorang digdaya dan menambah kekuatan lahir batin, serta meningkatkan kewibawaan.
Air sendang Beji sering digunakan memandikan merpati atau ayam jago yang akan diadu.
Di wilayah Ngadiharjo terbentang area persawahan  berkelok-kelok seperti tubuh naga. Masyarakat setempat mengenal kawasan  ini dengan sebutan Kotak Nogo. Letaknya di sebelah utara dusun Kedok hingga dusun Saji,  berdekatan dengan Sungai Sileng. Lokasi ini kerap disebut juga dengan nama Jembangan, merujuk pada jambangan, yakni peralatan dapur terbuat dari gerabah untuk menyimpan air.
Desa Ngadiharjo berkisah, Kotak Nogo menjadi lokasi unjuk kesaktian Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah Belanda yang mengejar pangeran dan pasukannya ketika mendekati pegunungan Menoreh.
Kotak Nogo mempunyai keterkaitan dengan cerita tutur mengenai Pangeran Diponegoro. Mbah Paimo-sesepuh"Teng Kotak Nogo niku, Londo do masang sentiling, bom! Kagem njebak pasukane Diponegoro-di kotak Nogo tersebut, Belanda  memasang ranjau bom yang siap melukai dan menewaskan pasukan Diponegoro- yang hendak melintasi Sungai Sileng menuju arah Magelang," papar Mbah Paimo.
Cerita lain didapatkan dari Mbah Jamal, juru kunci makam Raden Aji/Mbah Raden Raji. Kebetulan makam itu terletak di bukit di belakang rumah Mbah Jamal. Raden Raji diyakini sebagai leluhur wilayah Kalipucung Kulon. Menurut cerita Mbah Jamal, Raden Raji adalah salah satu punggawa Keraton Yogyakarta, yang juga pengikut Pangeran Diponegoro.