Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Anjangsana Sastra Komunitas Semak Kata: Mencipta Puisi

30 Juli 2023   18:02 Diperbarui: 30 Juli 2023   18:10 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyair Mutia Sukma/Foto: dokpri Hermard

Belajar menulis puisi bagi pemula perlu dilakukan dengan metode ATM atau amati, tiru, dan menambahkan. Hal terpenting, jangan sekali pun menjadi plagiat, itu perbuatan tak terpuji. Tukas Mutia Sukma, penyair yang puisinya bisa kita baca dalam antologi Hari Ini tak Ada Hujan, Ziarah Angin, Puisi Menolak Lupa, Sauk Seloko, Pawestren, Dialog, Lintang Panjer Wengi di Langit Yogya,  dan Semesta Wayang.

Minggu (30/7/2023) pagi di sebuah rumah di Dusun Gempolan Kulon, Trirenggo, Bantul Yogyakarta, Mutia Sukma duduk melingkar bersama beberapa anggota komunitas Semak Kata berbagi wawasan mengenai penciptaan puisi. Diawali bagaimana menulis dengan metode ATM.

Dalam metode ATM, mau tidak mau seseorang dituntut rajin membaca puisi-puisi dari penyair ternama, mencermati gaya mana yang sesuai dengan kita masing-masing. Ada yang suka dengan gaya Sapardi, Joko Pinurbo, Remi Sylado.

Selebihnya, dalam menulis perlu konsistensi. Semangat menulis perlu terus dijaga, jangan mudah putus asa.  Saat dikirim ke media massa (koran), dan ternyata puisinya tidak segera dimuat, mungkin ini merupakan  ujian.

"Pada awal menulis, dua puluh tahun lalu, saya sudah mengenal salah seorang redaktur sastra. Tapi meskipun begitu, tetap saja puisi saya tidak langsung dimuat. Saya menyadari ini merupakan ujian kebertahanan saya dalam menulis," papar Sukma, ibu dari dua puteri ini.

Apakah puisi merupakan deretan kata-kata cantik? Sesungguhnya bentuk puisi itu tidak selalu indah atau puitis seperti anggapan orang. Ia bisa berangkat dari dunia politik, sosial, dan lainnya. Ini bisa menjadi bahan bakar agar puisi tidak selalu terjebak dalam tema cinta. 

Rendra dengan metafor sangat luar biasa, mampu menjadikan politik sebagai puisi. Artinya puisi mampu dimanfaatkan penyair menjadi kritik tentang kehidupan politik di Indonesia.

Pusi-puisi Rendra/Foto: Hermard
Pusi-puisi Rendra/Foto: Hermard
Meskipun begitu, puisi bisa menyuarakan suara lirih. Suara orang-orang  pinggiran. Saat berada di Kotagede, misalnya, kita bisa saja menangkap peristiwa besar, sejarah, untuk diungkapkan menjadi puisi. Tetapi ada juga penyair yang memilih penjaga masjid, pedagang kue kipo -- orang pinggiran -- untuk dijadikan puisi. 

Semua tergantung pada perspektif penulis puisi. Biasanya sudut pandang yang menarik akan berkaitan dengan  memori masa lalu, kesediaan menggali potensi diri, dan kesadaran puitik.

Puisi tidak harus adiluhung, bisa lucu, hadir dengan beragam bentuk (tipografi). Ambil saja contoh puisi mbeling Remy Sylado (ditambahkan penulis).

Belajar Menghargai Hak Asasi Kawan

Jika
laki mahasiswa
ya perempuan mahasiswi.
Jika
laki saudara
ya perempuan saudari.
Jika
laki pemuda
ya perempuan pemudi.
Jika
laki putra
ya perempuan putri.
Jika
laki kawan
ya perempuan kawin.
Jika
kawan kawin
ya jangan 
ngintip.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun