Menjelang malam, tiga orang bergegas menuju pemakaman umum desa Gruda, Panjangrejo, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Seorang perempuan membawa orang-orangan, Â Nini Thowong. Perempuan lain membawa sesajen. Seorang lagi, sosok lelaki tua, tampak menuju pohon besar di area perkuburan. Ia minta Nini Thowong dan sesaji ditaruh di bawah pohon. Sejenak kemudian, mulutnya komat-kamit. Tak lama kemudian mereka keluar dari kuburan meninggalkan Nini Thowong dan sajen.
Ayo mupu bocah bajang rambute abang arang
Ayo mupu bocah bajang rambute abang arang -- ayo memilihara anak bajang berambut merah jarang-jarang.
Lagu itu diulang beberapa kali dengan  nada slendro. Diiringi alat musik  jawa berupa demung, saron, peking, kendang batangan, kempul, dan gong suwukan.Â
Sembilan orang wanita berjalan memasuki arena pertunjukan Nini Thowong, dipandu seorang pawang di baris terdepan. Persis di belakangnya, berjalan khidmat  perempuan membawa sesajen. Sajen persembahan berupa pisang raja, bunga setaman,  cermin kecil, sisir, dan minyak wangi.Â
Di sampingnya seorang perempuan mebopong perwujudan Nini Thowong. Beberapa wanita lainnya bertepuk tangan dengan nada berbeda sambil mengikuti suara sinden menyanyikan tembang ayo mupu anak bajang...
Sesaat kemudian mereka duduk melingkar. Kaki Nini Thowong  dipegang empat  perempuan.  Kaki Nini Thowong terdiri atas empat batang bambu. Nini Thowong lalu digerak-gerakan. Suasana mistis pelan-pelan mulai terasa. Rambut panjangnya meriap-riap, tangan menjuntainya mengikuti goyangan tubuh tak beraturan.Â
Wajahnya yang terbuat dari batok kelapa/siwur, seakan tersenyum kepada penonton. Saya yang terselip di antara kru dokumentasi revitalisasi kesenian rakyat yang diadakan oleh salah satu instansi pemerintah merasa  tersihir dengan aura Nini Thowong yang seakan bernyawa.
Dijelaskan oleh Sumardi, sekretaris kesenian Nini Thowong desa Gruda, Panjangrejo, Pundong, Bantul, Yogyakarta, bahwa Nini Thowong berasal dari para leluhur. Nini Thowong diduga berawal dari kesenian sejak zaman Mataram dipimpin oleh Panembahan Senapati.Â
Nini Towong disebut juga Tothok Kerot karena wajahnya terbuat dari bathok kelapa (thothok). Tothok juga berarti keras, kuat, dan sakti. Sesuai dengan namanya,  Nini Thowong merupakan permainan yang menggambarkan  gadis muda bermuka thowong.Â
Towong bisa dikaitkan dengan warna putih meblok-meblok (mendominasi berlebihan) di wajah. Nini Towong merupakan tokoh yang dibuat seakan-akan hidup, memiliki nyawa, dan berdaya gaib.
Keberadaan Nini Thowong di Gruda, Panjangrejo, diciptakan oleh Udi Seda, Marto Jumar, dan Ibu Paerah, sudah dikenal sejak tahun 1938. Empat tahun kemudian, saat Jepang berkuasa di Indonesia, kesenian ini dilarang.Â