Sebelum pandemi covid 19 meradang dan menerjang Indonesia, saya sudah membiasakan diri mengenakan masker kalau berangkat ke kantor. Masker kesehatan berwarna hijau selalu menemani saat menempuh perjalanan dari rumah di desa  Seyegan ke kantor di Kotabaru, Yogyakarta, sejauh 13 kilometer.Â
Saat itu hanya satu dua orang yang mengenakan masker. Alasan memakai masker agar debu dan asap knalpot, terutama dari truk, Â angkutan kota, dan bus antarkota provinsi tidak mengganggu pernapasan. Maklum saya harus melewati terminal bus Jombor dan Jalan Magelang yang dipadati berbagai macam jenis kendaraan angkutan umum. Hanya saja sesampainya di kantor, masker saya lepas.
Begitu pandemi covid 19 mewabah di Indonesia, masyarakat diwajibkan mengenakan masker setiap saat, dimanapun berada. Seketika masker menjadi naik daun dan sempat hilang dari pasaran. Kalau pun ada, harganya menjadi dua bahkan tiga kali lipat.Â
Trend berikutnya bermunculan berbagai desain, warna, dan bahan pembuatan masker. Type masker pun menjadi beragam: DuckBill, Earloop Careion, Rockbros KZ006, Masker KF 94, Respirator N95, dan sebagainya.Â
Sebenarnya, apa pun masker yang kita pakai, fungsi utamanya merupakan  alat bantu dalam melindungi, mencegah, dan mengurangi efek negatif  partikel polusi (termasuk debu) atau kuman di udara yang dapat memicu masalah kesehatan.
Saat program vaksinasi pencegahan  penyebaran virus covid 19 berhasil dilakukan pemerintah dan trend penderita covid 19 menurun tajam, sebagian masyarakat mulai meninggalkan masker, terutama di daerah pedesaan di Yogyakarta.Â
Terlebih dengan kebijakan pemerintah yang tidak lagi membatasi kegiatan masyarakat. Petani sudah lama meninggalkan masker. Orang datang ke tempat ibadah tidak lagi mengenakan masker. Di ruang pelaksanaan workshop, diskusi, terlebih di kafe, wajah-wajah pengunjung dapat kita kenali karena sudah tidak tertutup masker.
Guyonan di Sekitar Masker
Saat semua orang wajib memakai masker, secara berkelakar saya katakan kepada seorang teman bahwa ungkapan jatuh cinta pada pandangan pertama tidak akan berlaku lagi.
"Lho kok bisa?" tanya Vera singkat.
"Lha iya, bagaimana mungkin jatuh cinta saat kita tidak bisa melihat wajah seseorang dengan jelas karena tertutup masker. Kan seperti beli kucing dalam karung."
"Hem, masak sih Mas Herry menyamakan masker dengan karung..."