Jiwa petani begitu mendarah daging dalam diri Mas Bibit (42 tahun), salah seorang penduduk Pundong, Seyegan, Sleman, Yogyakarta. Ia bekerja seperti mesin yang terus menderu tak pernah berhenti meraung. Apa pun dikerjakan: membajak sawah, menanam dan memanen padi, kacang tanah, angon bebek, memandikan sapi, memberi makan kambing, ayam, burung merpati, dan mengangkut hasil panen dengan gerobak sapi. Â
"Mugi pedhete seger waras njih De -- mohon doanya semoga anak sapinya sehat waras Pakde," pinta Mbak Tanti saat menyerahkan brokohan.
Brokohan berasal dari  kata barokah (bahasa Arab), berarti mengharapkan berkah.  Memiliki makna pengungkapan rasa syukur dan  sukacita atas proses kelahiran yang berjalan lancar dan selamat. Ditinjau dari maknanya brokohan  dapat berarti mengharapkan berkah dari Yang Maha Kuasa.
Terlahir di tengah keluarga petani, lelaki pekerja keras ini paham betul cara membantu sapi melahirkan (ada 12 sapi di kandang), mengajarinya bertahan hidup.Â
Jika sapi sudah dewasa, Mas Bibit mengajarinya menyusuri jalan melingkar di Sayegan.
"Awi Mas, tumut. Ngajari sapi mlampah -- Ayo Mas, ikut. Ngajari sapi mengenal jalan," ujarnya saat mengajak saya naik gerobak sapi.
Tak lama kemudian, kami sudah berada di atas gerobak sapi.
"Awas ana barang gedhe!" teriak Pak Mardjoko. Seketika Mas Bibit memelankan laju gerobak sambil berusaha menepi.