Ramadhan kami bertemu untuk saling memaafkan. Saya bersama beberapa sedulur di perumahan selalu bertandang, ujung (halal bihalal), pada hari pertama lebaran.
Sudah lebih dua puluh kali"Sama-sama Mas. Saya dan keluarga juga memohon maaf. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita. Memberi  umur panjang dan dapat bertemu lagi di Ramadhan tahun depan," ujar Pak Mardjoko dalam bahasa Jawa  medok.
Rumah Pak Mardjoko dengan gerobak sapi terpakir di halaman depan, berukuran cukup luas. Di bagian belakang terdapat kandang sapi.
Penampilan Pak Mardjoko (67 tahun) mewakili masyarakat desa pada umumnya: sederhana, lugu, andap asor, dan tak pernah neko-neko. Artinya, ia tak punya banyak keinginan, meskipun sesungguhnya memiliki banyak uang.
"Urip niku mung sakdlema nglakoni -- hidup itu sekadar melaksanakan kehendak yang memberi hidup, Mas. Sebisanya berbuat baik, menjalankan perintah-Nya," ujarnya saat bebarengan pulang Jumatan.
Pak Mardjoko selalu melaksanakan salat Jumat di masjid perumahan, Al Taufiq karena dekat. Di samping itu ia merasa nyaman karena imamnya ketika menyampaikan ceramah mudah dipahami.
Hidup Pak Mardjoko tak kurang tak lebih mengurusi musala Al Barokah, memelihara hewan ternak, mengolah sawah, dan sesekali menjadi kusir gerobak sapi miliknya sendiri.
Letak rumah lama Pak Mardjoko bersebelahan dengan musala Al Barokah di desa Pundong IV, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Dulu suaranya sering terdengar lewat pengeras suara musala saat melantunkan azan subuh, magrib, atau isya. Suaranya akan terdengar lagi jika ada berita duka kematian (lelayu) dari wilayah sekitar kecamatan Mlati.Â
Jika bulan Ramadhan tiba, ia kerap terlihat di musala Al Barokah, membersihkan musala dan mengurusi tarawihan.
Sayangnya suara khas Pak Mardjoko tidak lagi kami dengar setelah saya dan keluarga pindah rumah ke Randugowang, sekitar sepuluh kilometer dari Pundong.
Keluarga Pak Mardjoko dikenal sebagai keluarga petani sejati. Punya beberapa petak sawah, memiliki lebih dari sepuluh ekor sapi, beberapa ekor kambing dan ayam. Jika musim penghujan tiba, Pak Mardjoko pun memelihara puluhan ekor bebek yang saat angon diumbar ke sawah.
Meskipun pekerja keras, setiap hari mengurusi sawah dan ternak, ia tak lupa menjalankan ibadah salat lima waktu.