Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Trip

Dari Candi ke Candi

9 Maret 2023   07:43 Diperbarui: 9 Maret 2023   07:57 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisa-sisa di Candi Morangan/Foto: Hermard

Apa yang membuat Anda rindu pada kota bernama Yogyakarta? Suasana romantis angkringan? Lezatnya kuliner yang terus menggoyang lidah? Atau jejak sejarah yang tak pernah selesai ditelusuri, seperti puluhan candi yang meninggalkan prasasti kekaguman masa lalu?

Berburu Matahari di Ketinggian Ratu Boko
Bagi para pecinta sunset, ada baiknya  Anda mengabadikan keajaiban matahari terbenam  di kompleks candi Ratu Boko yang berada pada 196 meter di atas permukaan laut  dengan areal seluas 250.000 meter persegi. Perpaduan matahari, senja, dan candi akan melahirkan sensasi tak terlupakan.

Sunset Ratu Boko/Foto: Hermard
Sunset Ratu Boko/Foto: Hermard

Kompleks Ratu Boko/Foto: Hermard
Kompleks Ratu Boko/Foto: Hermard
Berbeda dengan peninggalan purbakala dari zaman Jawa Kuno,  umumnya berupa bangunan keagamaan, situs Ratu Boko merupakan kompleks permukiman dilengkapi gerbang, pendopo, tempat tinggal, kolam pemandian, dan pagar pelindung.

Bangunan utama situs Ratu Boko ditemukan pertama kali oleh arkeolog Belanda, HJ De Graaf, pada abad ke-17. Di dalamnya tersimpan prasasti Abhayagiriwihara (tahun 792 Masehi), menyebutkan tokoh bernama Tejahpurnpane Panamkorono. 

Diperkirakan Tejahpurnpane Panamkorono adalah Rakai Panangkaran yang membangun Candi Borobudur, Candi Sewu, dan Candi Kalasan.

Meski didirikan oleh seorang Budha, Candi Ratu Boko memiliki unsur-unsur Hindu. Hal itu dapat dilihat dengan adanya lingga dan yoni, arca Ganesha, serta lempengan emas bertuliskan Om Rudra ya namah swaha sebagai bentuk pemujaan terhadap dewa Rudra (nama lain Dewa Siwa). 

Kemunculan unsur-unsur Hindu tersebut membuktikan adanya toleransi umat beragama yang tercermin dalam karya arsitektural.

Sambisari Kedigdayaan Gunung Merapi
Seandainya saja Karyoinangun  tidak terpanggil  meluku tegalan sawahnya pada Minggu Kliwon, 9 September 1965, mungkin kemegahan  Candi Sambisari tak pernah kita saksikan.  Setelah  lima putaran, tiba-tiba mata luku-nya menghantam benda keras. Seketika laki-laki yang saat itu masih berusia 30 tahun terkejut dan tak berapa lama ia sadar telah menemukan batuan candi, bagian batu yang berada di atas arca Dewi Durga. 

Candi Sambisari/Foto: Hermard
Candi Sambisari/Foto: Hermard

Dari penelitian diketahui bahwa Candi Sambisari terpendam karena tertimbun material batuan letusan gunung Merapi sedalam lebih dari 6 meter.

Tangga masuk ke candi dilengkapi  sayap berrelief makara disangga dua tangan makhluk kate. Uniknya candi ini tidak memiliki pilar penyangga sehingga bagian dasarnya sekaligus berfungsi sebagai pilar penyangga candi.

Patung yang tersisa berupa arca Durga di sebelah utara,  arca Ganesha di sisi timur, dan arca Agastya di bagian selatan. Dua relung lain yang ada di kanan dan kiri pintu seharusnya berisi arca dewa penjaga pintu (Mahakala dan Nadisywara); sayangnya kedua arca itu sudah tidak ada di tempatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun