Kupikir-pikir aku adalah orang yang kurang waras saat menempuh jalan sesat. Jalan yang mudah saja aku lalui. Betapa tidak, Â pekerjaanku sebagai penulis dan editor yang cukup punya nama, membuat aku gelap mata saat keperluan hidup kian meningkat. Mencekik kantong.Â
Biaya sekolah anak kian mahal, kontrak rumah tak pernah usai (pindah sana, pindah sini), tagihan listrik, air, Â dan urusan dapur terus menguras uang yang aku dapatkan sebagai kepala keluarga.
Sebagai editor bagi mahasiswa S1 dan S2, tentu aku punya banyak referensi, Â memiliki modal membuka peluang usaha yang lebih menjanjikan. Apa salahnya jika aku tidak hanya terpaku pada pekerjaan sebagai editor dan penulis, tetapi mengembangkan, diversifikasi usaha pembuatan skripsi dan makalah untuk jurnal ilmiah.Â
Kalau sebagai editor saja aku bisa pasang tarif  per lembar sepuluh sampai dua puluh lima ribu, lha apalagi membuat skripsi. Aku bisa menerima uang jutaan untuk satu skripsi. Bisa mengatasi persoalan keuangan untuk biaya hidup.
"Jangan lakukan itu. Nanti akan mendatangkan sial," cegah suara hatiku.
"Tapi aku sudah tidak punya pilihan lain."
Konsultan? Iyalah, masak aku tulis "Tukang Buat Skripsi", bisa-bisa menimbulkan persoalan tersendiri. Berabe!
Tentu aku tidak bekerja sendiri. Ada si Anu (mahasiswa sospol), si Waru (mahasiswi ekonomi), si Lantip (jurusan sejarah), si Polan (tenaga lepasan). Si Polan inilah yang aku tugasi seminggu sekali berkeliling ke kios penjual buku bekas, mencari skripsi yang diperjualbelikan. Ini bukan rahasia lagi, buku terbitan instansi yang berkaitan dengan penelitian pun berjejalan di lapak pedagang buku bekas.
Setelah dunia kerja mengenal komputer, maka si Polan mendapat tugas tambahan mengumpulkan dan mengorganisasikan berbagai file yang berkemungkinan berkaitan dengan penyusunan skripsi atau karya ilmiah.Â
Tulisan apa pun yang berbau penelitian, analisis, pendapat para ahli, teoritis, konseptual, aku minta disimpan dalam bentuk file dengan klasifikasi yang mudah kami pahami.