Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni

Telisik Jejak Trembesi

20 Januari 2023   07:51 Diperbarui: 20 Januari 2023   08:00 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ziarah Secangkir Kopi (NSA)/Foto: Hermard

Tak ada yang lebih telisik dibandingkan puisi. Pada titik tertentu, puisi menjadi ibu kandung segala persoalan dengan segenap kedalaman rahasia yang dihayati penyair. Proses  pemusatan dan pendalaman persoalan memperlihatkan kecerdikan cara berpikir dan cara "bertutur" penyair dalam menciptakan puisi. Antologi puisi Jejak Trembesi  memperlihatkan bagaimana Nora Septi  Arini (NSA) memaknai galur kehidupan bahwa kesunyian tak selalu bermakna sepi, tak selalu sendiri.  Kesunyian paling hakiki adalah dunia abadi "kekasih hati", jagad nglangut yang acapkali suntuk dirindu. 

Bersamaan dengan itu (sekaligus) memiliki kesadaran untuk selalu terjaga karena hidup terus berputar seperti cakramanggilingan. Remahan kenangan terus membebat, ditapaki  NSA dalam memaknai pohon trembesi, senthe, stasiun, gerbong kereta, kabut, kopi, hujan, mimpi, kerinduan, bahkan kematian. 

Nora Septi Arini, stasiun, dan pohon Trembesi/Foto: dokpri NSA
Nora Septi Arini, stasiun, dan pohon Trembesi/Foto: dokpri NSA
Begitulah pilihan NSA dalam menangkap, mengartikulasikan, mengekspresikan pengalaman hidupnya kepada pembaca.  Puisi dalam antologi ini merupakan cermin yang membias ke berbargai arah pencarian jatidiri, torehan jejak masa lalu, gapaian masa depan yang diungkapkan secara liris maupun naratif.

Ziarah Secangkir Kopi (NSA)/Foto: Hermard
Ziarah Secangkir Kopi (NSA)/Foto: Hermard

Jejak Trembesi bukan jalan menuju gang buntu. Sebaliknya, ia adalah jalan besar imajinasi yang melambangkan kekuatan, keabadian, dan keteduhan. 

Jika ada rasa kehampaan, kesunyian, dan kesendirian dalam puisi-puisi NSA, lebih dikarenakan dalam perjalanan hidupannya ia terlalu cepat kehilangan sosok ibu sebagai sumur inspirasi. Untungnya kesunyian/kehampaan mampu dikelola sehingga tidak hadir sebagai penyesalan, tetapi  terabstraksi menjadi spirit of life. 

Kesadaran dalam memaknai hidup dan kehidupan menjadikan puisi-puisi dalam antologi ini mempunyai ruh yang terus berhembus menembus dinding kesadaran bahwa kita harus terus bergerak.

Meskipun muara ekspresi NSA bermula dari menulis puisi, tetapi pada proses kreatif berikutnya ia lebih banyak bersinggungan dengan dunia panggung (pembacaan) bersama Sanggar Sastra Indonesia Yogyakarta. Ketika dunia panggung disadari tidak  akan mampu menampung dan mewakili sepenuhnya gagasan-gagasan yang dimiliki, menyebabkan NSA lalu berasyik masyuk dalam jagad penciptaan  puisi (meskipun dunia pembacaan tak mampu ditinggalkan). 

Nora baca puisi/Foto: dokpri NSA
Nora baca puisi/Foto: dokpri NSA
Wajar jika kemudian puisi-puisi yang dituliskan sekaligus sudah dipertimbangkan oleh NSA bagaimana cara "membacakannya". Setidaknya hal ini bisa dirasakan lewat diksi maupun unsur musikalitas  puisi yang mengedepan dalam antologi Jejak Trembesi.

*Herry Mardianto -- penggembira sastra

Prolog  Jejak Trembesi (2022)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun