Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dinamika Sastra Yogyakarta (1945-1965)

10 Januari 2023   14:51 Diperbarui: 10 Januari 2023   14:57 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari Yogyakarta untuk Indonesia/Foto: Hermard

Kehadiran media massa (majalah/surat kabar) tidak bisa dilepaskan dari persoalan sosial budaya dan politik.  

Dekade 1950-an merupakan masa dimulainya perubahan sosial  politik di Indonesia, ditandai terbebasnya masyarakat, bangsa Indonesia dari cengkeraman penjajah; meningkatnya jumlah melek huruf; dan mulai tersosialisasikannya demokratisasi.

Sejak tahun 1950-an   seniman dan budayawan dari luar kota  hijrah ke Yogyakarta, seperti Nasjah Djamin,  Lian Sahar, Motinggo Boesje,  WS Rendra, Toto Sudarto Bachtiar, dan Ashadi Siregar. Sebagian dari mereka hanya sekedar "singgah", meskipun ada pula yang menetap karena belajar dan bekerja di Yogyakarta, misalnya Nasjah Djamin, Mangunwijaya, Umar Kayam, Rachmat Djoko Pradopo, Kuntowijoyo, Bakdi Sumanto, serta Ashadi Siregar. 

Rachmat Djoko Pradopo/Foto: Hermard
Rachmat Djoko Pradopo/Foto: Hermard

Kedatangan mereka bukan hanya didukung oleh mobilitas sosial-ekonomi, tetapi keinginan mengembangkan kreativitas dan pendidikan, di samping pengembangan profesi.

Di bidang aktivitas bersastra, Teeuw  mengatakan bahwa tahun 1950-an muncul generasi  baru sastra Indonesia. Kebaruan itu terlihat dari penyebaran pusat-pusat kegiatan para pengarang ke berbagai wilayah. Kota Yogyakarta--karena berbagai faktor spesifik yang dimiliki--mampu menggoda para seniman dari berbagai kota di Indonesia  berproses kreatif di Yogyakarta.

Pada dekade 1950-an berbagai kegiatan di ibu kota dan kota besar lumpuh  akibat perang serta pergantian pemerintahan. Stabilitas politik carut-marut karena pertentangan ideologi akibat mencuatnya kepentingan partai-partai politik.

Pada awal tahun 1950-an di Yogyakarta mulai bermunculan surat kabar/majalah, misalnya majalah Budaya, Seriosa, Basis, Suara Muhammadijah, Pusara, dan  Gadjah Mada; meskipun tidak semuanya memuat karya sastra. Sejak awal kemerdekaan, Yogyakarta berupaya mengembangkan diri sebagai salah satu kota budaya terkemuka di Indonesia. Terutama karena memiliki tradisi budaya kerajaan yang  kuat. Di samping beberapa tokoh masyarakat memiliki landasan spiritual dalam pemeliharaan kebudayaan lokal. 

Tokoh-tokoh budayawan dan seniman terpanggil menjadi pelopor di berbagai media massa. Mereka adalah Umar Kayam, Kirdjomuljo, Nasjah Djamin, Jussac MR, Umbu Landu Paranggi, Darmano Jatman, WS Rendra, Ashadi Siregar, Bakdi Sumanto, Darmadji Sosropuro, Jasso Winarso, dan Mohammad Diponegoro. Sebagian besar dari nama-nama tersebut terlibat di berbagai media massa yang terbit di Yogyakarta dan tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sastra Indonesia di Yogyakarta.

Antologi  cerpen yang pernah dimuat dalam media massa tahun 1950-2000/Foto: Hermard
Antologi  cerpen yang pernah dimuat dalam media massa tahun 1950-2000/Foto: Hermard

Tempat penting seperti trotoar Malioboro (tepatnya di depan kantor Pelopor Yogya), Jalan Mangkubumi (depan kantor Kedaulatan Rakyat), Bulaksumur Boulevaard, kampus IAIN, kampus IKIP Negeri Karang Malang (sekarang UNY), dan kantor Basis di Kotabaru menjadi kantung-kantung  kegiatan bersastra hingga tahun 1970-an.

Referensi perkembangan sastra di Yogyakarta/Foto: Hermard
Referensi perkembangan sastra di Yogyakarta/Foto: Hermard

Kehadiran berbagai majalah dan surat kabar  memberi sumbangan  cukup besar bagi perkembangan sastra di Yogyakarta.  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun