Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Dunia Kepengayoman dalam Penerbitan Antologi Cerita Pendek di Yogyakarta

31 Desember 2022   15:04 Diperbarui: 1 Januari 2023   14:50 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antologi Cerpen Yogyakarta/Foto: Hermard

Tanpa adanya campur tangan pengayom, dapat dipastikan  kehidupan sastra akan mengalami stagnasi atau setidaknya sastra hanya akan jalan di tempat.

Tanaka dalam buku Systems Model for Literary Macro Theory, menyatakan pada hakikatnya karya sastra merupakan  sistem yang eksistensinya terkait erat  dengan sistem-sistem lingkungan pendukungnya: pengarang, penerbit, kritik, dan pembaca.  Catatan ini menjadi penting untuk mengetahui  perkembangan cerita pendek Indonesia di Yogyakarta (tahun 1950---1990-an) ditinjau dari peran pengayom (lembaga/instansi pemerintah, swasta, dan penerbit).

Cerita pendek Indonesia di Yogyakarta   merupakan karya sastra dalam bentuk cerita pendek yang lahir  di Yogyakarta, ditulis oleh sastrawan yang secara kultural proses kreatifnya tidak dapat dilepaskan dari Yogyakarta.

Sudah sejak lama kegiatan sastra di Yogyakarta tumbuh dan berkembang dengan baik karena didukung oleh kehadiran berbagai komunitas sastra, perguruan tinggi, dan media massa.

Sebelum tahun 1970-an  terbit Majalah Indonesia (1948), Arena, Patriot, Sastra, Gadjahmada, Seriosa, dan Minggu Pagi (1945). Minggu Pagi di samping memuat artikel  umum juga memuat cerita pendek dan cerita bersambung  karya Nasjah Djamin, Rendra, Motinggo Busje, serta Bastari Asnin.

Cerita bersambung dalam Minggu Pagi, "Hilanglah Si Anak Hilang" (Nasjah Djamin), dimuat sekitar tahun 1959-1960   mendapat sambutan hangat dari pembaca. Pada tahun 1950-1960-an, terbit majalah Pesat dan majalah Budaya. Kedua majalah tersebut memuat tulisan berupa artikel sastra, drama, sajak, dan masalah masalah kebudayaan.

Satu tahun kemudian (15 Agustus 1951) hadir majalah Basis. Selain memuat artikel budaya dan sastra,  memuat pula sajak-sajak penyair Yogyakarta. Majalah kebudayaan yang terbit kemudian adalah Citra Yogya (12 Desember 1987), secara khusus memuat artikel kebudayaan umum, kesenian, sastra, dan puisi. 

Penerbitan berbagai surat kabar/majalah di Yogyakarta memberi andil cukup besar bagi perkembangan sastra di Yogyakarta. Pernyataan ini  didukung oleh tujuan penerbitan  yang tidak dapat dielakkan dari idealisme  memelihara dan mengembangkan kebudayaan; upaya  mengetengahkan wawasan kota Yogyakarta terhadap perkembangan kebudayaan.

Di samping penerbitan majalah/surat kabar, dinamika kehidupan sastra Indonesia di Yogyakarta diramaikan  penerbitan berbagai antologi cerpen dan puisi lewat institusi/lembaga tertentu. Beberapa antologi puisi yang patut dicatat adalah Sajak-sajak Manifes, Tugu, Risang Pawestri,  Genderang Kurusetra, Biarkan Kami Bermain, Tujuh Penyair Yogya Baca Puisi, dan Melodia Rumah Cinta. 

Penerbitan antologi cerpen tidak sebanding dengan penerbitan antologi puisi yang  begitu marak. Beberapa antologi cerpen yang hadir antara lain Kejantanan di Sumbing (Subagio Sastrowardojo, 1965); Perjanjian dengan Setan (Djajak Md., 1978); Malam Putih (Korrie Layun Rampan, 1978); la Sudah Bertualang (Rendra, 1960-an); Lelaki Berkuda dan Di Tengah Padang (keduanya karya Bastari Asnin, 1960-an). Penerbitan antologi cerpen baru gencar sekitar tahun 1980-an.

Foto: Hermard
Foto: Hermard
Dalam kehidupan masyarakat, tentu ada orang/lembaga yang tergerak menjadi pengayom kegiatan kesenian (sastra). Kepengayoman tersebut antara lain berupa bantuan untuk penulisan, penerbitan, dan pemberian hadiah karya sastra. 

Pengertian pengayom adalah orang atau lembaga yang bertindak sebagai pendukung/pelindung (dalam pengertian luas) dalam menggiatkan olah kesastraan.

Pengayom berpartisipasi dalam memberikan dukungan material terhadap kelangsungan kegiatan bersastra. Pengayom dalam kegiatan pengembangan (penerbitan) cerpen  di Yogyakarta mempunyai latar belakang orientasi berbeda-beda sehingga dukungan yang diberikan pun tidak sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun