Berbeda dengan dua tulisan  terdahulu mengenai memotret senja dan memotret di keramaian yang dilakukan satu arah, tanpa komunikasi dengan objek pemotretan, maka memotret model (terlebih dengan jurus garingan) sangat memerlukan komunikasi  timbal balik secara intens.
Perjalanan pengembaraan penghobi foto biasanya  dimulai dari memotret pemandangan alam (landscape) atau memotret anggota keluarga dan saudara. Setelah itu  meningkat memotret human interes dengan foto-foto berkesan dramatis, menggugah emosi/empati, mengabstraksikan nilai-nilai kemanusiaan, menimbulkan rasa keharuan dan menyentuh perasaan.
Pada galibnya foto human interes mengedepankan sisi kemanusiaan, interaksi manusia dengan lingkungan sekitar.
Kemungkinan lain, penghobi foto  memasuki jagad  street photography. Menurut Fred Herzog (fotografer kelahiran Jerman), definisi strret photography adalah To show the realism of the street--menunjukkan realitas di jalanan. Pilihan lainnya adalah jenis travel photography, food photography, macro photography,model photography, dan lain sebagainya yang dapat dikembangkan  menjadi signature bagi para fotografer.
Jujur, saya bukan fotografer  profesional karena tidak secara khusus mempelajari fotografy. Tertarik memasuki dunia fotografy karena sejak kanak-kanak suka melihat orang memotret, lalu mempelajarinya secara autodidak.
Sampai sekarang pun saya memotret  dengan  apa adanya, terlebih saat memotret model. Saya memberi istilah  dengan memotret  garingan. Artinya memotret tanpa mengandalkan studio, peralatan tambahan seperti lighting, reflektor, softbox, tripod,  dan lainnya.Â
Saat pemotretan hanya mengandalkan intensitas cahaya matahari, sudut pengambilan, insting,  intuisi (gerak hati), dan naluri.  Koreksi (editing) foto pun dilakukan dengan tidak berupaya mengglowingkan dan membokehkan foto secara ekstrim sehingga menghilangkan keaslian naturalnya. Paling sekadar memperbaiki tune image berkaitan dengan brightness, contras, saturation, highlight, dan shadows.
Memotret  model adalah memotret subjek (bukan objek). Maka dari itu, untuk menghasilkan foto yang bagus, sebelum pemotretan dilangsungkan,  fotografer  garingan perlu melakukan perbincangan bersama  model. Ngobrol  berkaitan  kesepakatan waktu, gambaran sederhana konsep pemotretan, kostum, make up, dan lokasi pemotretan.
Ketika pemotretan berlangsung, seorang fotografer garingan dituntut  pandai membangun komunikasi dengan model agar tercipta suasana  santai, mendapatkan chemistry,  dan  mood terbangun dengan baik.
Perlu diingat bahwa foto tidak bisa dihasilkan dengan sekali jepret. Pemotretan biasanya  dilakukan berulangkali. Kalau perlu ada sesi pemanasan dengan berulang kali take percobaan agar model merasa nyaman di depan kamera.  Jika dalam proses berikutnya model  mati gaya,  sebaiknya fotografer mampu mengarahkan gaya  dengan memperlihatkan  referensi yang dimiliki.
Di luar semua itu, demi kenyamanan bersama, maka diperlukan kesepakatan/komitmen agar di belakang hari tidak terjadi persoalan terhadap foto-foto yang sudah dihasilkan.
Kita harus meyakini bahwa foto terbaik yang dihasilkan tidak sepenuhnya tergantung pada peralatan. Tetapi bisa saja dari keberhasilan membangun komunikasi, chemistry dengan model dan mempertajam insting, intuisi, dan naluri.
Salam jepret tanpa karet!
*Herry Mardianto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H