Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rapor Akhir Tahun Kompasiana

18 Desember 2022   10:00 Diperbarui: 18 Desember 2022   10:34 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler


Biarlah saya sendiri yang tidak menulis mengenai kaleidoskop Kompasiana, meskipun  sempat mengintip  "rapor" saya sudah  dihidangkan admin Kompasiana di atas meja kayu ditemani secangkir kopi hitam berasap tipis mengepul. Saya sadar diri karena baru   satu  bulan  nyebur ke kawah candradimuka platform Kompasiana  yang aduhai, semlohay, dan tahes komes;   masih  harus banyak nyantrik kepada para suhu di sini.

Kurang lebih sepuluh hari sempat menikmati centang hijau sebagai identitas bukan penduduk gelap. Centang biru seperti kepunyaan Engkong Felix,  Mochamad Safei Dahsyat, Hennie Triana Oberst, Ikhwanul Halim, biarlah hadir sebagai fatamorgana atau lukisan abstrak karya Affandi, tak mudah digapai dan disentuh. 

Sejak dulu saya juga tak peduli soal warna. Apalagi dengan warna-warna politik negeri ini. Merah, hijau, kuning, biru, terserahlah, hal terpenting masih ada warna putih di toko cat untuk menutupi (menghanguskan?) semua warna itu.

Berproses di Kompasiana ternyata tidak hanya berurusan dengan kuantitas dan kualitas tulisan. Lebih dari itu memerlukan attitude atau sikap dan perilaku  yang menunjukkan bagaimana cara kompasianer  menanggapi  kompasianer lain. Percaya tidak percaya, attitude begitu berpengaruh terhadap keberadaan tulisan di Kompasiana. Kecuali tulisan yang dihadirkan dalam konteks "sekali berarti sesudah itu mati".

Sebagai kompasianer yang baik, kita harus bersedia bertegur sapa membangun peseduluran, menjalin tali silaturahmi dengan kompasianer lain lewat cara meninggalkan jejak  berupa vote atau komentar. 

Tanpa meninggalkan tanda, pasti kita akan tenggelam dalam lautan jutaan kompasianer. Kita hanya bisa tingak-tinguk tanpa kawan. Tulisan kita tidak ada yang membaca (pageview zonk), tanpa komentar,  tak pernah menjadi artikel pilihan, dan terpaksa gigit jari karena tak satu pun tulisan dijadikan Artikel Utama (AU) oleh admin Kompasiana. Sungguh penderitaan yang berlarut-larut bukan?

Di Kompasiana, apa pun bisa ditulis, dari puisi ecek-ecek, receh, sampai gagasan yang diutarakan  secara ngilmiah, guyon pari kena, atau memakai jurus kenthirisme. Meskipun begitu, tulisan yang mampu menggoda pembaca dan admin Kompasiana  tak lepas dari keterampilan  (skill),  pengetahuan (knowledge) penulisnya.  

Baik skill maupun knowledge   merupakan komponen yang dapat dikembangkan dengan cara banyak membaca,  belajar, dan praktik. Semangat itu akan menjauhkan kompasianer  dari persoalan plagiarisme,  mampu menciptakan tulisan berkualitas,  tidak akan kehabisan referensi dalam membangun kreativitas dan mengembangkan imajinasi.

Perjalanan di Kompasiana saya mulai tanggal 19 Novermber 2022 dan besok tepat satu bulan  berkelana di platform ini.  Biar pun (mungkin) ada yang mencibir, tapi saya bangga dengan pencapaian yang teraih. Sampai hari ini menghasilkan  26 tulisan (2 artikel utama dan 17 artikel pilihan), mendapatkan 720 poin, dan sejumlah 3,279 pembaca. Bukan apa-apa, memang, tapi segala sesuatu harus selalu dimulai dari nol....

Terima kasih sedulur kompasianer yang telah memberikan apresiasi positif terhadap tulisan-tulisan saya. Matur nuwun admin Kompasiana yang telah memberikan penilaian. Salam takzim.


*Herry Mardianto

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun