Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menelisik Ide: Dari Dunia Roselina Sampai Hennie

2 Desember 2022   07:49 Diperbarui: 2 Desember 2022   08:08 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel


Berkaitan dengan pembicaraan seputar ide, maka pertanyaan yang  mengedepan adalah: seberapa pentingkah seseorang memiliki ide? Seberapa besar peran ide dalam proses penulisan?


Konon berbagai penemuan dan perubahan yang terjadi di sekeliling kita berawal dari rekayasa. Ada yang berpendapat bahwa rekayasa sekecil apa pun selalu bermula dari ide, baik ide perorangan maupun ide kelompok. Tanpa ide tidak mungkin ada perkembangan peradaban dan teknologi.

Dalam proses penulisan, ide induk merupakan sesuatu yang  muncul sejak awal mula  (dalam tahap persiapan). 

Ide menjadi motor penggerak lahirnya sebuah tulisan,  hadir menyerupai nyawa, menghidupkan dan memberi arah serta warna   tulisan. Dengan demikian, tanpa ide tidak mungkin lahir karya tulis. 

Tulisan berupa feature, artikel, cerita pendek, puisi, karya ilmiah, naskah drama; sepanjang beberapa halaman atau sependek apa pun,  pasti berangkat dari  ide pengarang mengenai sesuatu hal yang menarik perhatian atau mengganggu pikiran.

Misalnya, sebagai orang Indonesia yang menetap di Australia, kompasianer Roselina  Tjiptadinata tertarik  mengamati keberadaan warung-warung di Australia Barat, sehingga munculah ide menuliskan   warung. Ide induk itu kemudian dikembangkanbiakan sampai terbersit keinginan membandingkan warung di Australia dengan warung di Indonesia. Perbandingan itu melahirkan cerita mengenai  keunikan warung-warung di Indonesia: bersedia melayani pembelian  telur meskipun hanya sebutir,  sesaset kopi, sebungkus mie instan, dan semua anggota keluarga siap melayani pembeli secara bergantian. Tentu ini sangat berbeda dengan "warung" di Australia.

Tak jauh berbeda, kompasianer Hennie Triana Oberst menuliskan pengalaman hidup di Jerman, bagaimana masyarakat di sana harus mengganti ban sepeda saat memasuki musim dingin dengan ban winter demi keselamatan pengendaranya. Membandingkan penggunaan sepeda pada musim panas dan musim dingin, setidaknya tulisan tersebut  memperkaya wawasan pembaca  terhadap kebiasaan orang Jerman dalam bersepeda pada dua musim berbeda. Ide itu pun berkembang ke deskripsi mengenai alat transportasi di Jerman, kelebihan ban winter, nyamannya bersepeda di Jerman dengan fasilitas yang sangat memadai (memiliki jalur khusus, rambu-rambu bagi pesepeda, tersedia banyak  tempat parkir, dsb.).

Jika diperhatikan secara merenik, kedua tulisan di atas berangkat dari ide sederhana,  pengamatan terhadap warung dan ban sepeda. Namun di balik kesederhanaannya, baik tulisan "Mengapa di Australia Tidak Ada Warung?" maupun  "Pentingnya Ban Winter Saat Bersepeda di Musim Dingin"  disajikan dengan kekayaan pernak-pernik pendeskripsian data dengan sangat baik, mampu memperkaya pengetahuan pembaca mengenai tempat jual beli dan penyimpanan stok barang di Australia serta kebiasaan  bersepeda  di musim panas serta musim dingin di Jerman.

Pembacaan terhadap tulisan warung di Australia, bisa saja memunculkan ide bagi penulis lain untuk menulis keberadaan warung unik lainnya di Indonesia, misalnya angkringan di Yogyakarta dan Klaten, Jawa Tengah. Tulisan Bu Hennie memunculkan ide untuk menulis bagaimana keterbatasan fasilitas bagi pesepeda di beberapa kota besar Indonesia, sehingga masyarakat malas naik sepeda ke sekolah maupun ke tempat kerja.

Dari paparan di atas, kita semakin paham bahwa ide bisa didapatkan dari pengamatan (terhadap warung dan ban sepeda), dan  pembacaan. Di samping itu, ide bisa didapatkan dari mendengarkan percakapan orang lain, pengalaman, gejolak jiwa,  mungkin juga berangkat dari impian.

Kalau begitu, apa impian kita hari ini? Naik sepeda di daerah Burns Beach Australia atau membuka warung  kelontong di Jerman?

Abrakadabra!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun