Herry Mardianto
/1/
Menulis memerlukan motivasi, keinginan untuk terus berupaya  menciptakan tulisan sebagai karya kreatif. Saat seseorang  belajar naik sepeda pun, ia memiliki motivasi dengan harapan  bisa secepatnya mampu mengendarai sepeda. Ia rela  jatuh bangun, lecet, memar, terluka, keseleo  agar dapat naik sepeda dengan "baik dan benar". Â
Setelah  mahir mengendarai sepeda,  secara otomatis  dapat mengendalikannya, bahkan setelah berbulan-bulan tidak bersepeda. Hebatnya lagi, ia bisa naik sepeda jengki, mini, balap, onthel, dan lainnya.
Begitu juga halnya dengan menulis. Setelah berhasil menyelesaikan  sebuah tulisan dan dimuat di media massa, orang akan kecanduan dan ingin terus menulis, berharap dapat terpampang di berbagai  media massa. Artinya, kita dapat memaknai menulis sebagai "candu" kreativitas yang memabukkan demi meraih popularitas.
Menulis pada hakikatnya berkaitan dengan upaya membangun kepercayaan diri. Meskipun begitu, mengapa sebagian orang tidak pernah benar-benar menghasilkan (berhasil) menciptakan  tulisan?Â
Apakah ia tidak mempunyai bakat menulis, tidak memiliki kesempatan, tidak yakin terhadap "kehebatan" tulisan yang dihasilkan? Bukankah menulis bisa berangkat dari hal sederhana: Â apa yang kita pikirkan, rasakan, amati, dan apa yang kita alami; semua bisa menjadi bahan tulisan. Tinggal persoalannya, apakah kita mau menuliskannya atau tidak?
/2/
Karya tulis merupakan perpaduan  antara gagasan, penulis, dan media ( bahasa serta sasaran pemuatan tulisan). Penulis yang baik selalu memiliki prioritas membaca "teks kehidupan" guna mendapatkan ide. Tidak ada penulis sukses yang mengabaikan  aktivitas "membaca" (termasuk di dalamnya mendengar dan menyaksikan). Di samping itu, penulis dituntut mampu meningkatkan potensi diri di bidang kebahasaan, pengembangan imajinasi dan kreativitas.
Jika kita cermati dengan seksama,  terdapat  jenis tulisan yang berlainan dalam pengorganisasiannya. Artinya, pengorganisasian tulisan akan menentukan jenis tulisan yang  dihasilkan. Menulis puisi tentu berbeda dengan menulis cerita pendek. Begitu pula menulis makalah akan berbeda dengan menulis artikel populer. Perbedaan  utamanya terketak  pada pengorganisasian tulisan.Â
Penulisan makalah harus memenuhi perangkat keilmuan, sedangkan penulisan artikel populer bersifat subjektif dan tidak memerlukan perangkat keilmuan secara saklek, meskipun dalam penulisannya memerlukan data, fakta, dan referensi. Dalam menulis artikel, meskipun kita memiliki topik yang sama, hasil akhir penulisan akan berbeda karena masing-masing memiliki "kebebasan" berkreasi dari berbagai sudut pandang.
Secara umum, ragam karangan terbagi dalam karangan faktawi dan khayali, keduanya dibedakan berdasarkan tujuan  dan bahan isi karangan. Karangan faktawi bertujuan memberikan informasi  dengan bahan tulisan berupa fakta; sedangkan karangan khayali bertujuan memberikan hiburan/menggerakan hati pembaca dengan bahan karangan berangkat dari imajinasi penulis.Â
Fakta lebih mengacu kepada dunia apa adanya (objektif), sehingga bahasa yang dipergunakan dalam karangan faktawi adalah bahasa dengan makna referensial (denotatif). Di sisi lain, ragam tulisan khayali/fiksi berangkat dari imajinasi  (subjektif), sehingga bahasa yang dimanfaatkan dapat menembus batas-batas referensial (konotatif).