Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Nasib Kepo yang Ambyar

22 November 2022   08:01 Diperbarui: 22 November 2022   08:08 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Nasib  Kepo yang Ambyar
Herry Mardianto


Alkisah negeri Gaul yang semula aman tenteram gemah ripah loh jinawi, tiba-tiba mawut. Beberapa warganya, tanpa alasan jelas, digaruk petugas, dimasukkan ke penjara KBBI di bilangan Rawamangun.
Ambyar yang sudah dua tahun bercerai dengan isterinya, berusaha melawan petugas yang membawanya. Tanpa basa-basi ia didorong paksa masuk ke balik terali besi. Ambyar terperangah. Di kerangkeng besi  sudah ada beberapa orang yang ia kenal dengan baik.
"Edan, bagaimana mungkin kalian bisa di sini?"
Ambyar mengitarkan pandangannya. Ada Cie,  Kepo, Julid, dan Saltik.
"Ini pasti hasil rekayasa Roseforp, Ijakngep, atau  Itilenep Nungamawar. Mereka bersekongkol  menyingkirkan kita dari dunia hingar bingar  arek ngalam, jape methe, nyokap bokap," jelas Kepo.
"Ini tak bisa dibiarkan. Kita  dilecehkan. Kita akan kehilangan eksistensi di kalangan anak muda."
"Hanya dengan satu kata kita harus bergerak, lawan!" sambung Julid menirukan kata-kata seorang penyair, entah siapa.


Ambyar tak habis pikir, mengapa ia dan kenalan baiknya  harus disejajarkan dengan lema-lema eksklusif maha benar. Bukankah dengan  memasukan mereka ke KBBI  berarti mereka menjadi tak punya harga diri, akan jadul dalam rentangan waktu? Apakah guru bahasa Indonesia juga mampu memahami bahwa Cie, Kepo, Julid, Saltik, Bokap, Nyokap,  Alay, Lebay, Bokek, Doi, Gebetan, Kece, Kicep, Pulkam, Pansos, Meme, Maksi, Gebetan, Mager menjadi sosok pahlawan terpenjara yang boleh dihadirkan dalam ranah formal? Jangan-jangan para guru tetap tak paham dan geleng-geleng kepala serta merasa gamang saat ingin menghadirkan  mereka  dalam tulisan ilmiah.


Ambyar akhirnya hanya pasrah,  ia sadar tak  mungkin bisa mengubah nasib, melawan kekuatan maha dahsyat di arus atas. Terbayang sosok Roseforp, Ijakngep, dan  Itilenep Nungamawar tertawa penuh kemenangan sambil mengepalkan tinju ke udara.


Sementara di Jaksel, gadis cantik bernama  Mawar terisak kehilangan Ambyar, Kepo, Cie, teman karibnya selama ini. Ia mager di balkon atas, lodse sendirian sesekali terdengar  ucapannya rancau: dagadu, dagadu....poya haha!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun