Melihat jejak barang-barang yang ada di sana, kiranya meja tersebut biasa juga menjadi tempat pertemuan selain "tempat kerja" yang bisa dilakukan di atas meja.Â
Berbias cahaya alam dari bingkai-bingkai kaca, berjejer di sana beberapa karya trimatra buah tangan kerabat Pak Pirous. Diantaranya saya lihat karya Yetty Sutjihati Mikkelsen, teman seniwati yang kebetulan pernah sua bahkan "ngahiap" kami untuk bertandang ke rumah tinggalnya saat saya mengikuti pameran "Container '96: Art Across Oceans" di Kopenhagen.
Yang disebut sejatinya ruang kerja Pak Pirous, itu relatif lebih kecil lagi, kira-kira hanya sepertiganya saja dari keseluruhan ruang. Di sana berjejer taferil-taferil "in process" alias karya-karya yang masih berjalan pengerjaannya. Di sini terjadi beberapa perbincangan, ringkas, langsung saja ke intinya:
"Pak Pirous, bilamana mengerjakan karya-karya ini, dan berapa lama per hari bapak bekerja?" Tanya saya.
"Sekarang sih saya jaga-jaga kondisi, paling lama hanya dua jam saja untuk melukis," jawab Pak Pirous.
"Kapan dan bagaimana urut-urutannya dalam keseharian Pak Pirous bekerja?" Lanjut saya bertanya.
Pak Pirous bercerita, ia biasanya seusai subuh menyempatkan berjalan-jalan ringan serta menggerakan badan di pelataran serambi, setelah itu sarapan sambil ngobrol dengan keluarga. Usai itu semua barulah ia beranjak ke ruang kerja. "Tidak langsung kerja, kadang begitu lama membaca ulang segala apa yang telah tertera di kanvas," urainya. Yang disebutnya 'membaca ulang,' itu dikatakan takjarang menghabiskan keseluruhan waktu, "jadi, bisa saja sehari dalam waktu kerja saya itu hanya untuk melihat kembali apa yang telah saya lakukan," lanjut Pak Pirous.
Ia pun bercerita, manakala melakukan tahap awal lukisan-lukisannya itu tidaklah satu demi satu. Biasanya Pak Pirous memulai kerja dengan langsung menggarap beberapa taferil. Sambil mengingat-ingat semasa masih 'jagjag-waringkas,' ia mengenang bisa saja dulu itu langsung memulai dengan belasan taferil.Â
Kelak, ketika menghampiri kembali di hari lain, sampailah pada tahap yang disebutnya membaca ulang. "Saat itulah," ujar Pak Pirous, "di antara yang sedang dilihat kembali tersebut ada yang seperti memanggil-panggil meminta untuk diteruskan. Yang memanggil itulah yang saya kerjakan. Tentu takjuga langsung selesai, melainkan demikianlah rotasi 'membaca ulang' terjadi kembali di hari berikutnya."
"Pak Pirous, di balik tanya saya di atas tadi, sesungguhnya yang saya ingin tahu itu bilamana Pak Pirous memulai kerja, atau dorongan apa dan seperti apa yang muncul sehingga Pak Pirous tergerak untuk kerja. Kemudian yang takkalah pentingnya, bilamana sebuah karya itu diputuskan atau dinyatakan oleh Pak Pirous sendiri bahwa telah selesai?" Tanya saya.
"Biasa-biasa saja, semuanya mengalir begitu saja, ya seperti yang saya ceritakan tadi," jawab Pak Pirous.