Pernah melihat relief kapal di Candi Borobudur? Pernah bukan? Ya, relief kapal itu menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia pernah jaya di lautan. Tidak hanya tentara kerajaan Sriwijaya yang melanglang lautan Nusantara, armada kapalnya pun buatan dalam negeri. Armada kerajaan Majapahit dibawah kendali Patih Gajahmada juga berhasil menguasai lautan Nusantara bahkan hingga ke wilayah-wilayah Asia Tenggara. Dalam kurun waktu puluhan tahun, suku-suku bangsa yang berada di pulau-pulau besar dan kecil di Nusantara berada dalam satu pemerintahan kerajaan Majapahit.
Namun bersamaan dengan terjadinya pergeseran kekuasaan di lingkungan kerajaan Majapahit, munculnya kerajaan-kerajaan yang menganut agama baru di Jawa Tengah, dan masuknya armada dagang dari Eropa yang menghancurkan kerajaan-kerajaan di luar Jawa kemudian di Jawa, maka pudarlah kejayaan bahari bangsa Indonesia.
Kini, beberapa abad setelah masa gemilang kejayaan bahari berlalu, Indonesia menghadapi masalah kesulitan membangun kapal untuk kepentingan bangsa sendiri. Karena harga kapal yang tidak terjangkau, sebagian besar nelayan kita harus menggunakan perahu yang sederhana seperti yang terlihat di pantai-pantai Indonesia saat ini, sangat berbeda dengan nelayan-nelayan Jepang atau China yang memiliki kapal canggih sehingga mampu berlayar hingga ke lautan-lautan luas.
Industri galangan kapal yang dahulu tumbuh pesat dan mendapat pesanan dari kerajaan-kerajaan lain kini merana, sebagian besar menghadapi masalah produksi yang menurun.
Sebagai informasi, saat ini diperkirakan ada 250 perusahaan galangan kapal sedang dan besar di Indonesia, dan mungkin ratusan galangan kapal rakyat yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Kapasitas nasional terpasang untuk membangun kapal baru sebesar 1,2 juta ton bobot mati per tahun dan untuk perbaikan sebesar 12 juta ton bobot mati per tahun. Galangan kapal terbesar dapat membangun berbagai jenis dan tipe kapal hingga 50.000 ton bobot mati. Sedangkan galangan kapal yang lebih kecil dapat membangun kapal hingga 5.000 ton bobot mati.
Seluruh industri galangan kapal ini, kecuali galangan kapal besar baik milik swasta maupun pemerintah, sampai beberapa tahun terakhir ini menghadapi tekanan dari luar dan dari dalam.
Tekanan dari luar adalah persaingan dengan kapal-kapal buatan negara lain yang harganya lebih murah dan kualitasnya lebih baik.
Tekanan dari dalam adalah ketergantungan pada bahan baku dan komponen impor, lemahnya penguasaan desain kapal, kemampuan manajemen produksi yang rendah, keterbatasan pendanaan untuk investasi dan modal kerja, kekurangan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten, lemahnya dukungan industri pembuat bahan baku dan komponen kapal, sewa lahan di lingkungan kerja pelabuhan yang tinggi, dan sebagainya.
Dengan berbagai kendala itu, jangan heran jika banyak galangan kapal akan bangkrut jika tidak mendapatkan pertolongan darurat.
Untunglah pemerintahan Presiden Jokowi kemudian membuat kebijakan penting: menyetop pembelian kapal dari luar negeri oleh instansi pemerintah. Kebijakan Presiden tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh para pembantunya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2016 ini mengalokasikan anggaran Rp 6 triliun untuk pengadaan 5.000 kapal ikan, terdiri dari 2.500 kapal ikan ukuran 5 gros ton (GT), 1.000 kapal 10 GT, 1.000 kapal 15 GT, dan 500 kapal 50 GT-200 GT. Seluruh kapal ikan ini dibuat oleh industri galangan kapal dalam negeri.