Konferensi PBB mengenai Pembangunan Perumahan dan Perkotaan yang Berkelanjutan atau dikenal dengan Konferensi Habitat yang ke III telah usai diselenggarakan pada 17 - 20 Oktober 2016 yang lalu di kota Quito, Ekuador. Hajatan besar 20 tahun sekali itu telah menghasilkan Agenda Perkotaan Baru (New Urban Agenda) sebagai bahan Resolusi PBB, agar menjadi perhatian dan dilaksanakan oleh semua negara anggota PBB. Indonesia ikut berperan dalam penyelenggaraan Konferensi internasional ini dengan menjadi tuan rumah Pertemuan Komite Persiapan (Preparatory Committee) Habitat III pada bulan Juli 2016 di kota Surabaya.
Isi Agenda Perkotaan Baru terdiri dari dua bagian besar: deklarasi dan implementasi. Deklarasi Quito meliputi (i) visi bersama, (ii) prinsip-prinsip dan komitmen, dan (iii) kesepakatan bertindak. Sedangkan implementasi deklarasi terdiri dari (i) transformasi pembangunan perkotaan, (ii) mekanisme pelaksanaan, dan (iii) tindak lanjut.
Deklarasi Quito menyebutkan bahwa penduduk kota di dunia akan menjadi dua kali lipat jumlahnya pada tahun 2050, dan jika tidak dipersiapkan dengan baik akan mengakibatkan masalah perumahan, infrastruktur, layanan dasar, kecukupan pangan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, keamanan, dan sebagainya. Visi yang disepakati adalah membangun kota untuk semua, di mana setiap orang dapat menggunakan dan menikmati lingkungan perkotaan. Semua negara sepakat untuk meningkatkan inklusivitas dan menjamin bahwa semua penduduk kota, sekarang maupun yang akan datang, tanpa diskrimansi, dapat menghuni dan berproduksi di permukiman kota besar dan kecil secara merata, aman, sehat, mudah, murah. Kota-kota perlu disiapkan agar tangguh dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan bagi semua penduduk.
Negara-negara peserta Konferensi sepakat untuk memegang tiga prinsip pokok Agenda Perkotaan Baru, yaitu tidak ada orang yang tertinggal, dengan menghilangkan kemiskinan; menjamin adanya hak, peluang dan akses yang sama untuk semua layanan dan prasarana perkotaan; menjamin partisipasi warga, keselamatan; dan menghilangkan diskriminasi dan segala bentuk kekerasan.
 Dalam aspek ekonomi, negara menjamin setiap warga untuk dapat memanfaatkan aglomerasi dari urbanisasi yang tertata, sehingga dapat berproduksi, bersaing dan berinovasi. Semua negara sepakat akan mencegah spekulasi lahan, menjamin kepastian hak-hak atas tanah; menjaga kelestarian lingkungan dengan meningkatkan penggunaan energi bersih dan melindungi keanekaragaman hayati; mewujudkan kehidupan yang harmonis dengan alam dan mencegah resiko bencana; serta memitigasi dan mengadaptasi perubahan iklim.
Semua negara juga sepakat untuk mengubah cara merencanakan, membiayai, membangun, dan mengelola kota-kota, dengan mengakui peran pemerintah daerah, warga kota dan pemangku kepentingan lain. Implementasi Agenda Perkotaan Baru akan dilaksanakan dengan membangun perangkat pengelolaan perkotaan, berupa rencana/kebijakan/strategi, peraturan yang mengatur bagaimana pengelolaan kota dijalankan, dan lembaga pada berbagai tingkatan (nasional, regional dan lokal) yang melaksanakan pengelolaan kota. Implementasi Agenda Perkotaan perlu didukung dengan pembiayaan yang tranparan dan akuntabel.
Ditekankan dalam deklarasi perlu adanya koherensi antara tujuan dan kegiatan dari sektor-sektor terkait, dalam berbagai tingkatan pemerintahan. Untuk itu perlu dilakukan penguatan kapasitas pemerintah daerah dan kota untuk mengimplementasikan pengelolaan kota yang efektif. Dikemukakan pula kesepakatan untuk mendorong partisipasi wanita dan manula dalam berbagai tingkatan pengambilan keputusan pada semua tahap proses perencanaan dan penentuan kebijakan.Â
Pemerintah pusat perlu mendukung pemerintah daerah dalam membentuk struktur administrasi dan manajemen pengelolaan perkotaan, sejalan dengan kebijakan dan perundangan nasional yang terkait untuk diadaptasikan pada kebutuhan lokal. Selain itu juga dikemukakan perlunya mengajak serta berbagai komunitas, masyarakat sipil, dan sektor swasta.
Agenda Perkotaan Baru memberikan arahan cukup panjang mengenai pembangunan spasial/ruang kota. Kota-kota perlu dibangun dengan memberikan keleluasaan/flexibilitas dalam rencana tata kota untuk menyesuaikan denga perubahan kondisi ekonomi dan sosial sepanjang waktu. Rencana tata kota perlu dievaluasi, seraya berusaha membuat inovasi untuk menghasilkan lingkungan kehidupan yang lebih baik. Tata ruang kota diharapkan terpadu, polisentris, dan seimbang. Dalam penyusunan rencana tata kota perlu mendorong kemitraan antara kota dan desa, serta mekanisme kerjasama antara pemerintah kota.
Semua negara sepakat tentang perlunya memfasilitasi ketercampuran sosial (social mix) melalui penyediaan banyak pilihan perumahan yang terjangkau, dengan akses untuk layanan dasar yang berkualitas, dan dilengkapi dengan ruang publik untuk semua. Tata kota juga perlu mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan, interaksi sosial dan antar-generasi, dan mengakomodasi kemajemukan. Setiap negara akan mengupayakan keselamatan di jalan raya dengan perhatian khusus pada kebutuhan wanita, anak-anak, manula dan penyandang cacat, serta orang-orang yang mengalami kerentanan. Negara-negara peserta sepakat akan membuat kebijakan dan program untuk meningkatkan keselamatan dan kelancaran pergerakan pejalan kaki dan pengguna sepeda.
Penataan kota dilakukan dengan strategi pembangunan berorientasi pergerakan (transit-oriented development/TOD) yang meminimalkan pemindahan penduduk (kecuali jika tidak alternatif lain tentunya, penulis) dan mendorong perumahan untuk berbagai kelompok pendapatan, dan menggabungkan tempat kerja dan penyediaan layanan. Semua negara peserta sepakat untuk mendukung pemeliharaan warisan budaya secara partisipatif dan bertanggungjawab. Setiap negara juga sepakat akan melibatkan secara aktif komunitas lokal dalam meningkatkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang warisan budaya berupa benda dan bukan-benda, dan melindungi dialek dan bahasa daerah.