Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ekonomi Sirkular, Berproduksi Tanpa Limbah

22 Februari 2019   10:52 Diperbarui: 22 Februari 2019   10:55 1864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Circular Economy atau Ekonomi Sirkular (ES) termasuk konsep baru dalam ilmu ekonomi. Namun seperti halnya dalam disiplin ilmu-ilmu lain, konsep yang baru muncul dari konsep lama yang diperbaharui. Sebelum ES populer, kita mengenal konsep-konsep Ekonomi Hijau, Ekonomi Biru, Industrial Ecology, biomimicry, dan sebagainya. Berbagai konsep atau pemikiran itu sering hampir sama, hanya penekanan masing-masing yang membedakan satu dengan yang lain.

Menurut Geissdoerfer dkk., dalam The Circular Economy -- A New Sustainability Paradigm? (2017) sebagaimana ditulis Jalal (2018), artikel ilmiah pertama yang menggunakan istilah ES terbit pada tahun 2006. Sejak itu konsep ES berkembang luas. Kontribusi Ellen MacArthur Foundation dalam pengembangan ES sangat besar dalam memopulerkan pengertian ES. Kini ada banyak buku dan makalah ilmiah yang membahas ES dari berbagai sudut pandang, dari pengembangan konsep yang semakin spesifik, hingga penajaman proses-proses penerapannya dalam berbagai lingkungan alam dan sosial.

Beberapa negara maju menunjukkan komitmen untuk mengubah cara berproduksi sehingga sesuai dengan tujuan ES, misalnya negara-negara Skandinavia. China juga termasuk negara yang serius menerapkan prinsip ES seraya bertransformasi menjadi negara maju.

Apa itu ES?
ES adalah koreksi terhadap konsep ekonomi linier yang dipraktekkan selama ini. Ekonomi linier adalah cara berpikir datar dalam membuat dan menggunakan barang, yaitu: buat, pakai, buang. Dampak dari pola pikir linier ini adalah sampah yang menumpuk, seperti plastik, CO2, dan zat polusi lain. Pada saat yang sama sumber daya alam semakin menyusut.

Adapun ES sejak awal produksi sudah memikirkan bahwa bahan baku sangat dihemat, produk yang dihasilkan dapat diperbaiki sehingga umur pemakaiannya panjang, dan limbah dari produksinya dapat dimanfaatkan untuk membuat produk yang lain. Jadi ES memvisikan produk yang terus hidup atau regeneratif, bukan produk yang kemudian menjadi usang atau degeneratif. Singkatnya, prinsip ES adalah nirlimbah/nirpolusi, pemanfaatan yang terus menerus, dan lingkungan yang regeneratif. Itulah sebabnya konsep ini disebut sirkular atau melingkar, tidak terputus di tengah jalan.

Penerapan prinsip ES tidak terbatas dalam proses pembuatan produk tertentu, baik barang publik maupun barang non-publik. Dalam pengelolaan limbah domestik, air kotor dapat diubah menjadi cairan pendingin mesin, sementara limbah padatnya dapat diubah menjadi paving block. Gelas plastik untuk air mineral dapat diganti dengan bahan kertas yang dapat didaur ulang. Produk barang konsumsi lain dapat dirancang sedari awal untuk tidak menghasilkan limbah.

Di Indonesia prinsip-prinsip ES seperti 3R (reduce, reuse, recycle) sudah sejak lama dikenal, diajarkan, diterapkan dan dijadikan peraturan dan kebijakan pemerintah. Namun sebagai suatu model produksi belum begitu populer. Pada tahun 2018 di Surabaya diselenggarakan Konferensi tentang ES berjudul The 2nd Circular Economy Forum. Diskusi tentang ES sudah terdengar dilakukan di kampus-kampus perguruan tinggi. Makalah tentang ES sudah muncul di jurnal-jurnal ilmiah lokal.

Beberapa perusahaan besar produsen barang konsumen seperti makanan dan minuman di Indonesia sudah melakukan upaya untuk menghasilkan produk dan kemasan yang ramah lingkungan. Tujuannya tidak hanya menambah keuntungan melalui efisiensi dalam bahan baku dan proses produksi sekaligus mengekonomikan produk sampingan yang sebelumnya dianggap sebagai limbah. Tentu juga ada tujuan untuk ikut mewujudkan lingkungan sekitar yang bersih, bebas limbah.

Greget pengembangan dan penerapan ES agaknya belum begitu besar dan luas. Namun ES belum seterkenal konsep Industri 4.0; Sustainable Development Goals (SDG) atau pendahulunya Millenium Development Goals (MDG), dan sebagainya. [ES sendiri terkait dengan tujuan ke 12 SDG: Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab].

Perlu ditelusuri apakah konsep ES sudah diakomodasi dalam perencanaan pembangunan pemerintah jangka panjang, menengah dan jangka pendek. Juga perlu dikaji bagaimana penerapan ES dalam berbagai kementerian, selain Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang salah satu tugas pokoknya mengurusi persampahan.

Penerapan ES membutuhkan tenaga dan biaya untuk riset, uji coba, dan menanggung resiko kegagalan; namun secara sosial dan ekologis akan sangat bermanfaat. Bila dilakukan secara bersama dalam skala yang semakin besar dan meluas, maka bumi dan makhluk hidup didalamnya akan sejahtera.  

Hidup selaras dengan alam memang selayaknya menjadi bagian dari kebiasaan kita sehari-hari.~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun