Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pembangunan Tidak Sekedar Pertumbuhan

10 Februari 2018   04:35 Diperbarui: 10 Februari 2018   04:43 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Norwegia menduduki urutan teratas pada Indeks Pembangunan Inklusif 2018, merupakan negara paling inklusif di dunia untuk dua tahun berturut-turut. Norwegia berhasil mengelola kebijakan fiskal yang ketat untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi yang menurun karena harga minyak anjlok. Visi jangka panjang Norwegia untuk mewujudkan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif dibuktikan dengan kesenjangan pendapatan yang rendah (ke-2), standar hidup rata-rata yang tinggi (ke-1), dan emisi karbon yang rendah (ke-3).

Diantara tujuh negara termaju secara ekonomi (G7), Jerman (ke-12) berada di peringkat tertinggi, diikuti oleh Kanada (ke-17), Perancis (ke-18), Inggris (ke-21), Amerika Serikat (ke-23), Jepang (ke-24), dan Italia (ke-27). Negara-negara ini menunjukkan kinerja yang berbeda dalam pencapaian pilar-pilar IDI.

AS berada di urutan ke-10 dari 29 negara maju dalam pilar Pertumbuhan dan Pembangunan, namun berada di urutan ke-26 dalam pilar Kesetaraan Antargenerasi dan Keberlanjutan, serta ke-28 dalam pilar Inklusi. Sebaliknya, Perancis menempati urutan cukup tingggi (ke-12) pada pilar Inklusi, namun cukup rendah (ke-21) pada pilar Pertumbuhan dan Pembangunan, dan pilar Kesetaraan Antargenerasi dan Keberlanjutan (ke-24). Skor rendah pada pilar terakhir menunjukkan bahwa ekonomi Perancis dapat menghadapi masalah kesenjangan di masa depan.

Diantara negara-negara berkembang (Emerging Economies), enam negara Eropa termasuk dalam 10 negara paling inklusif, yaitu Lithuania (ke-1), Hongaria (ke-2), Latvia (ke-4), Polandia (ke-5), Kroasia (ke-7), dan Romania (ke-10). Negara-negara ini menunjukkan kinerja yang baik pada pilar Pertumbuhan dan Pembangunan, berkat bergabung dalam Uni Eropa.

Amerika Latin menyumbang tiga negara dalam kelompok 10 negara berkembang terinklusif, yaitu Panama (ke-6), Uruguay (ke-8), dan Chile (ke-9).

Peringkat negara-negara dalam kelompok BRICS (semuanya termasuk kelompok negara berkembang) sangat bervariasi, yang terbaik adalah Rusia (ke-19) dan China (ke-26), dan yang terburuk adalah India (ke-62) dan Afrika Selatan (ke-69). Brasil (ke-37) berada ditengah lima negara BRICS.

Tingkat kesenjangan China relatif tinggi, dengan posisi ke-55 di antara 74 negara-negara berkembang pada pilar Inklusi. Koefisien Gini mencapai 51, sekitar 20 poin di atas rata-rata kelompok negara berkembang, dan hampir tidak berubah sejak 2012. Namun China telah membuat langkah mengesankan dalam perjuangan melawan kemiskinan. Pada tahun 2012 sepertiga penduduk hidup dengan penghasilan kurang dari 3,20 dolar AS per hari, kini tinggal 12%.

Indonesia menempati urutan ke-36, satu tingkat lebih baik daripada Brasil. Kelemahan Indonesia adalah pada pilar Inklusi yaitu pada indikator koefisien Gini kekayaan dan penghasilan. Meski terjadi penurunan kemiskinan sejak 2012, dari sekitar 50% penduduk menjadi 33% saat ini, namun kekayaan masih terkonsentrasi pada kelompok kaya.

Koefisien Gini kekayaan berada pada tingkat 84 pada skala 0 sampai 100, termasuk yang tertinggi di dunia dan meningkat sejak 2012. Kesenjangan pendapatan relatif masih lebar (ke-62) dan semakin lebar sejak 2012.

Keberhasilan Indonesia ada pada dimensi Kesetaraan Antargenerasi dan Keberlanjutan, hal ini didukung oleh rendahnya tingkat utang pemerintah, rasio ketergantungan yang relatif rendah, dan cukup tingginya tabungan nasional. Namun intensitas karbon masih sangat tinggi (ke-55), hampir dua kali nilai rata-rata negara berkembang.

Kesimpulan

Untuk meningkatkan inklusi sosial, WEF menyebut dua hal yang perlu dilakukan, yaitu merekonstruksi dan mereformasi ekonomi struktural untuk mendorong inklusi sosial yang lebih luas dan pertumbuhan yang lebih tinggi, serta mengadopsi standar kehidupan berbasis lebar (broad based) untuk mengukur kemajuan ekonomi bagi kelompok bawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun