Â
Mendekatlah dan mendekatlah...
Jangan pernah lepaskan yg telah bertaut...
Kecaplah dan nikmati…
hanya kita berdua..
Dalam panggung desah berpeluh…
cinta?
Aaah.. Itu barang langka…
tak membutuhkan cinta utk saling bertatut bukan?
Jalang!
Aku telah menyediakanmu secawan anggur di samping pembaringan…
untuk kita… hai jalang!
Â
- Sssst.... Walau ku'jalang jangan kau kira tanpa cinta diri ini...
Aahh.. Tak akan bisa kurasakan letupan gairah jika tak kukecup
Punggung langitmu..
Iya itu... Punggung yg membawa aura nafsu setiap pejalang aksara liar dirimba fiksimu...
Aaaahh.. Luluh lidahku karena anggurmu
Tapi aku tetap jalang yg ingin menikmati peluh itu berpagut cinta...
Â
Segera sudahi sayangku… aku aku lagi sabar…
geloraku sudah berada diubun-ubun…
karena merahmu…
karena baramu…
karena cintamu…
aiiih…
Â
- Aaaah.... Wahai kau sang ratu rimba fiksi…
Tak' kan kusudahi secepat itu...
Merahku adalah merahmu..
Baramu juga baraku…
Cintaku bukan cintamu…
Bagaimana bisa secepat itu kau mendebu…
Mendesah dalam puasmu... - Aku datang membawaaa mantel berbalut bulu halusku..
- Kan kudekap setiap inci dari punggung imajimu...
Lalu kugigit bersama merah bibirmu...
Aaaiihhh....
Â
Aaaahhh...aku makin tak sabar menunggumu Gorillaku...
Merasakan kehangatan bulu-bulu halusmu...
Â
- Aaaaah... Jika, jika dan jika menjadi kata ‘sekarang’
- Maka bibir langitmu yang sudah basah itu…
- kan’ kuseka dengan lembut bibirku....
- Aaaihh…
Â
Aaah… aku makin tak sabar Goriku...
Bibirku sudah bergincu termahal dan terbaik yg ada di dunia ini…