Dalam era digital yang terus berkembang, fenomena komunikasi yang sedang tren adalah FOPO (Fear of People Opinion), di mana individu merasa cemas atau takut akan pendapat orang lain. FOPO memiliki dampak yang signifikan terhadap cara individu berkomunikasi, terutama dalam konteks ekspresi kritis.
Dari perspektif filsafat komunikasi digital, fenomena FOPO dapat dianalisis melalui tiga dimensi utama: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi: FOPO mencerminkan realitas subjektif yang terbangun oleh individu dalam lingkungan digital. Ontologi FOPO menyoroti bagaimana individu membangun persepsi tentang diri mereka sendiri dan dunia sekitar mereka berdasarkan interaksi digital dengan orang lain. Dalam konteks ini, individu mungkin merasa terperangkap dalam siklus perhatian dan validasi online, di mana pendapat dan tanggapan orang lain menjadi penentu utama harga diri mereka.
Epistemologi: Dari sudut pandang epistemologi, FOPO menggambarkan proses pembentukan pengetahuan dan pemahaman individu tentang diri mereka sendiri dan dunia secara digital. Individu yang mengalami FOPO mungkin cenderung mempercayai dan mempertimbangkan secara berlebihan opini orang lain dalam mengambil keputusan atau menyuarakan pendapat mereka. Hal ini dapat menghambat pengembangan pengetahuan yang kritis dan otonom, karena individu lebih mementingkan persetujuan dan penerimaan sosial daripada pemikiran yang independen.
Aksiologi: Dalam dimensi aksiologi, FOPO menimbulkan pertanyaan tentang nilai-nilai yang mendasari komunikasi dan interaksi digital. Ketakutan akan pendapat orang lain dapat menghambat ekspresi diri yang otentik dan pembicaraan yang kritis. Hal ini juga dapat memengaruhi dinamika kekuasaan dalam lingkungan digital, di mana individu atau kelompok yang memiliki kekuatan sosial yang besar dapat memanfaatkan FOPO orang lain untuk memperkuat dominasi mereka dalam ruang digital.
Penting bagi kita sebagai manusia era digital untuk tidak terjebak dalam perangkap FOPO. Mari kita berani menyuarakan pendapat yang jujur dan kritis dalam ruang digital, serta membangun lingkungan komunikasi yang mempromosikan kebebasan berekspresi dan diskusi yang sehat. Dengan demikian, kita dapat menjadi agen perubahan yang membangun masyarakat digital yang inklusif, progresif, dan berdaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H