Mohon tunggu...
Herry Wijayanto
Herry Wijayanto Mohon Tunggu... Auditor - Middleman

Anak desa yang kesasar di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bu Tien Suharto

3 April 2009   08:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:14 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya teringat dengan sosok ibu yang satu ini. Ketika tampil di depan publik pada acara resmi bersama suaminya, Pak Harto, almarhumah hampir selalu mengenakan kain kebaya dengan rambut yang disanggul. Senyum selalu tersungging di bibirnya. Bayangan itulah yang ada di memori kepala saya. Saat itu kain kebaya menjadi semacam pakaian nasional resmi, karena yang mengenakan Ibu Negara, jadi banyak yang mengikuti (walaupun mungkin terpaksa) terutama para istri pejabat. Sekarang ini saya jarang melihat lagi istri para pejabat mengenakan kain kebaya lengkap plus sanggul di rambutnya, ya pasti lebih ribet dan mungkin lebih panas (gerah).

Saya ingat hari itu adalah hari minggu 28 April 1996, aktivitas pagi itu saya mulai dengan mendengarkan radio. Terkejutlah saya ketika penyiar radio menyampaikan bahwa Ibu Siti Hartinah Suharto telah meninggal dunia. Selama ini tidak pernah terdengar bahwa Bu Tien sakit. Dan Bu Tien meninggal karena gagal jantung, setidaknya begitulah berita resminya.

Besoknya ketika saya masuk kerja, semua stasiun televisi menampilkan kilas balik kehidupan Ibu Tien dalam suasana duka. Ada kabar yang beredar pada waktu itu bahwa Ibu Tien sakit jantung karena melihat putra dan putrinya yang mulai berada di luar kendalinya. Putri sulungnya mempunyai hubungan ‘dekat' dengan seorang jenderal aktif. Putra nomer tiga dan putra nomer limanya bertengkar gara-gara proyek mobil nasional. Dstnya Namanya juga kabarnya burung saya tidak tahu harus minta klarifikasi kemana, apalagi media nasional waktu itu masih dalam ‘genggaman' Pak Harto.

Dari semua pihak yang merasa kehilangan Bu Tien, pastilah Pak Harto yang merasa paling kehilangan soulmate-nya ini. Tanpa Bu Tien, Pak Harto tidak dapat menyelesaikan his final term sebagai presiden. Pak Harto membuat keputusan penting bagi negeri ini pada 20 Mei 1998 malam, tanpa hadirnya Bu Tien yang sudah mendahuluinya. Pagi harinya 21 Mei 1998, Pak Harto mengundurkan diri sebagai presiden. And the rest is just history.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun