mataku menangkap sosok tubuh tergolek tiada berdaya. di balik keramaian dan gegap gempita di sekitarku hanya deru nafas sesak yang bisa kudengar. jubah putih menutup wajahnya yang mencium tanah basah. ku lipat lututku suara rendah ku hembuskan dari bibirku. "tuan?" tak sedikitpun suara mencoba menjawab.. "hai, tuan?" kuulangi tapi kebisuan masih menjadi pilihannya kubuka jari-jari dan kusentuh pundaknya tapi dia semakin menutup wajahnya seperti langit malam yang enggan memperlihatkan bintang-gemintang di malam itu.. "tuan,anda tidak apa-apa?" "hergh..!"rintihan kecil keluar dari bibirnya.. "tuan,ada yang bisa dibantu?" "anak muda apa yang kau lakukan? mengapa kau pedulikan aku? lihatlah sekitarmu bukankah mereka mengacuhkan aku?" jawabnya dengan kesinisan menguasai jiwanya "tidak tuan,tuan siapa?" "siapa aku? aku adalah mata air bagi si miskin yang dahaga, yang tertawan kesengsaraan yang hak-haknya terampas dan terlupakan terbuang di gurun pasir kehidupan akulah tulang-tulang kekuatan bagi si lemah yang rapuh yang terkulai dan terkoyak kekejaman keberanian adalah kekasihku tanpanya aku hanyalah selongsong tanpa peluru kebaikan adalah kerabatku tanpanya aku hanyalah tetesan embun di laut biru tapi kini kami terpisahkan aku hanyalah sosok terabaikan keserakahan telah mencuri kekasihku dan kerabatku dia membawa pergi ke dalam manifestasi ketamakan dan kehancuran" kudengar kata demi kata seperti sang perawan menyulam pakaian kekasih hatinya ku buka mata hati seperti matahari membuka mata untuk sang pagi. logikaku bertanya "adakah ini orang gila?" dalam hati kuberkata "Tuhan,beri aku keanggunan jiwa untuk memahaminya!" sunyi menguasai kekosongan menunjukan eksistensi. dia membuka kata "anak muda bukankah engkau mahasiswa? bukankah teman-temanmu sering meneriakan namaku? bukankah kalian yang menginginkan aku di tegakkan? pertanyaannya semakin menguatkan dinding hati bahwa dia hanyalah orang gila. dengan suara teracuni ketidaksabaran,aku berkata "tuan,bisakah anda berdiri supaya suara tuan lebih terdengar jelas?" dia menjawab "anak muda tanpa kekasihku aku hanyalah kelemahan aku butuh tempat untuk menyandarkan punggungku aku butuh tongkat untuk menopang kakiku anak muda benarkah kau benar-benar ingin menegakanku? sungguhkan kau bersungguh-sungguh menginginkanku berdiri?" aku berkata "ya,aku ingin tuan berdiri tegak aku bisa membantu tuan untuk berdiri tegak pegang pundaku dan sandarkan tubuh tuan jika tuan terlalu lemah untuk berdiri!" senyum kehangatan dan suara keyakinan membuka bibirnya "hehe anak muda apakah kau berpikir bahwa kekuatan tubuh cukup untuk aku bersandar? cukupkah itu untuk membuatku berdiri tegak? anak muda jika engkau menginginkan aku berdiri tegak pertemukan aku dengan kekasihku dalam kebulatan tekad hatimu dan iringi kerabatku di setiap langkah yang kau tuju!" mulutku terkunci habis kata untuk kubagi. dengan kekuatan semampunya dia berdiri merentangkan tangan yang kulihat hanyalah punggungnya yang lebar kemudian dia membalikan wajahnya darah dan luka menghiasi wajahnya dengan suara terbata ku bertanya "tuan,apa yang terjadi? sebenarnya tuan siapa?" dia menjawab "anak muda tidakkah kau lihat wajahku wajahkan terluka dan hina di negara yang yang sangat kau cinta, di negara yang sangat kau banggakan ini wajahku tercoreng dan ternoda!" ketidaksabaran semakin menguasai detak jantungku "ya,tuan siapa?" dengan lantang dan dengan wujud yang semakin menghilang dia berkata "aku aku adalah KEADILAN!" dan diapun menghilang memeluk kabut yang terbentang di taman. nafasku berpacu mengejar detak jantungku lutut kaku mengunci gerakku kini tersadari dialah keadilan yang hanya dengan keberanian dan kebaikan dia bisa berdiri tegak di negara dan bangsa ini yang sangat ku banggakan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H