Mohon tunggu...
Heri Setyobudi
Heri Setyobudi Mohon Tunggu... -

Lahir di Jakrta pada tanggal 12 Februari 1966

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenaikan Harga BBM Jaman Majapahit

21 November 2014   05:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:15 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kenaikan harga BBM (khususnya bersubsidi) rupanya bukan hanya polemik yang baru muncul akhir-akhir ini sebagai persoalan manusia modern di era Indonesia baru. Berabad-abad silam mungkin sudah ada polemik semacam ini. Ketika Majapahit dengan megahnya bertahta di tanah Jawa pasti sudah ada kemelut-kemelut harga yang menguasai hajat hidup orang banyak. Jika sekarang yang menjadi penopang hajat hidup orang banyak adalah BBM karena hampir semua sektor usaha dan kebutuhan warga tidak bisa lepas dengan kebutuhan minyak. Pada jaman Majapahit juga sudah ada minyak, minyak jarak sebagai penerangan di malam hari  dan juga untuk bahan bakar memasak warga era itu. Disamping itu rumput makanan pokok kuda dan sapi ikut menyumbang sarana transfirtasi umum dan distrubusi barang pokok. Sudah tentu rejim Majapahit menjadikan 2  barang pokok ini sebagai komoditas politik luar negerinya yang saat itu sedang gencar ekspansi ke berbagai wilayah di nusantara.

Sejak dikumandangkannya Sumpah Palapa oleh Gajah Mada sebagai Mahapatih baru yang bercita-cita tinggi menyatukan Nusantara, dibutuhkan dana sangat besar untuk membangun kekuatan perajurit terutama armada laut dam kerja keras untuk mewujudkannya. Untuk kerja keras mungkin tidak terlalu sulit, tinggal rekrut orang, dijadikan perajurit lalu disuruh kerja. Tetapi kerja keras tanpa dukungan biaya juga sia-sia, Apalagi jika membaca sejarah Negara Kertagama, proyek besar sang mahapatih ternyata hanya butuh waktu sekitar 26 tahun (1331 ~1357).  Waktu yang relatif singkat karena belum didukung teknologi. Belum ada pemetaan, belum ada pesawat, belum ada kapal laut, belum ada komunikasi apalagi internet. Bahkan wilayah yang akan disatukan (Tumasek=Kini Negara Singapura, Semenanjung Malaya=Kini Negara Malaysia, Tanjung Pura=Kini Kalimantan dan lainnya) belum diketahui dimana letaknya. Nah darimana mendapatkan dana besar untuk itu kalau bukan menaikkan harga jual barang yang dibutuhkan semua orang..??  Bisa saja jalan pintas dilakuakan dengan menaikkan harga jual minyak jarak dan rumput pakan kuda/sapi untuk mendongkrak upeti/pajak sebagai pemasukan negara. Tetapi jangan salah tafsir, saat itu belum tentu rakyat kecil menderita. Para pencari rumput, petani dan tukang peras biji jarak justru diuntungkan. Tidak aneh karena jaman itu belum ada perusahaan asing masuk. Yang mencak-mencak malah orang kaya, pemilik kuda, peternak/pedagang kuda, para petinggi politik, pimpinan perajurit  yang pasti mereka pemilik kuda.  Kalau sekarang dengan kenaikan harga BBM subsidi siapa yang diuntungkan..?? Siapa yang dirugikan...??

Monggo mas

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun