Kenaikan harga BBM (khususnya bersubsidi) rupanya bukan hanya polemik yang baru muncul akhir-akhir ini sebagai persoalan manusia modern di era Indonesia baru. Berabad-abad silam mungkin sudah ada polemik semacam ini. Ketika Majapahit dengan megahnya bertahta di tanah Jawa pasti sudah ada kemelut-kemelut harga yang menguasai hajat hidup orang banyak. Jika sekarang yang menjadi penopang hajat hidup orang banyak adalah BBM karena hampir semua sektor usaha dan kebutuhan warga tidak bisa lepas dengan kebutuhan minyak. Pada jaman Majapahit juga sudah ada minyak, minyak jarak sebagai penerangan di malam hari dan juga untuk bahan bakar memasak warga era itu. Disamping itu rumput makanan pokok kuda dan sapi ikut menyumbang sarana transfirtasi umum dan distrubusi barang pokok. Sudah tentu rejim Majapahit menjadikan 2 barang pokok ini sebagai komoditas politik luar negerinya yang saat itu sedang gencar ekspansi ke berbagai wilayah di nusantara.
Sejak dikumandangkannya Sumpah Palapa oleh Gajah Mada sebagai Mahapatih baru yang bercita-cita tinggi menyatukan Nusantara, dibutuhkan dana sangat besar untuk membangun kekuatan perajurit terutama armada laut dam kerja keras untuk mewujudkannya. Untuk kerja keras mungkin tidak terlalu sulit, tinggal rekrut orang, dijadikan perajurit lalu disuruh kerja. Tetapi kerja keras tanpa dukungan biaya juga sia-sia, Apalagi jika membaca sejarah Negara Kertagama, proyek besar sang mahapatih ternyata hanya butuh waktu sekitar 26 tahun (1331 ~1357). Waktu yang relatif singkat karena belum didukung teknologi. Belum ada pemetaan, belum ada pesawat, belum ada kapal laut, belum ada komunikasi apalagi internet. Bahkan wilayah yang akan disatukan (Tumasek=Kini Negara Singapura, Semenanjung Malaya=Kini Negara Malaysia, Tanjung Pura=Kini Kalimantan dan lainnya) belum diketahui dimana letaknya. Nah darimana mendapatkan dana besar untuk itu kalau bukan menaikkan harga jual barang yang dibutuhkan semua orang..?? Bisa saja jalan pintas dilakuakan dengan menaikkan harga jual minyak jarak dan rumput pakan kuda/sapi untuk mendongkrak upeti/pajak sebagai pemasukan negara. Tetapi jangan salah tafsir, saat itu belum tentu rakyat kecil menderita. Para pencari rumput, petani dan tukang peras biji jarak justru diuntungkan. Tidak aneh karena jaman itu belum ada perusahaan asing masuk. Yang mencak-mencak malah orang kaya, pemilik kuda, peternak/pedagang kuda, para petinggi politik, pimpinan perajurit yang pasti mereka pemilik kuda. Kalau sekarang dengan kenaikan harga BBM subsidi siapa yang diuntungkan..?? Siapa yang dirugikan...??
Monggo mas
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H