Mohon tunggu...
Herri Mulyono
Herri Mulyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Perguruan Tinggi Swasta Jakarta

Bercita-cita menjadi pribadi sejati yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Website: http://www.pojokbahasa.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bu Guru, Jangan Cepat Menghakimi Kemampuan Siswa

25 Januari 2016   14:18 Diperbarui: 26 Januari 2016   04:34 1572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Si A itu gimana sih, be** banget, masa mengerjakan soal gampang gitu saja tidak bisa!"

"Maaf, anak ibu itu tidak bisa mengikuti pelajaran"

Dua kalimat diatas saya dapatkan dalam dua situasi dan posisi yang berbeda; yang pertama, saya dengar langsung dari seorang kolega guru di ruang rapat, posisi saya pada saat itu adalah seorang guru. Dan kalimat yang kedua saya dengarkan langsung dari seorang ibu yang baru saja ditegur oleh guru anaknya, dan posisi saya adalah ayah dari anak itu.

Konteks dua kalimat ada persamaan dan tentnya ada perbedaan. Saya jelaskan sedikit tentang perbedaannya sebagai gambaran para pembaca. 

Persamaannya adalah, keduanya terjadi di kelas 1 SD, dimana seorang anak 'baru saja' mengenal dan memulai pendidikan formal. Dan keduanya 'tidak pernah' mengikuti pendidikan TK didaerahnya masing-masing. Sehingga, keduanya memiliki sedikit keterlambatan dalam baca tulis.

Perbedaannya, ucapan tersebut berasal dari background yang berbeda. Dalam kasus kalimat pertama, si anak bernama A sudah mengikuti pembelajaran setidaknya empat-lima bulan, dan, sejauh yang saya tahu, sang anak berasal dari keluarga tidak mampu. Sedang dalam kasus kalimat kedua, sang anak B baru dua bulan mengikuti pendidikan di Indonesia, setelah kembalinya kami dari Inggris. Tentunya dengan beragam perbedaan kultur kurikulum, sekolah, dan lingkungan kehidupan sehari-hari.

 Sebagai orang tua, hati saya benar-benar sakit, mendengar performans anak saya di sekolah yang 'kurang memuaskan'. Namun demikian, saya bukan hendak mengharap prestasi dari kegiatan belajar anak di sekolah. "Yang penting anak saya dapat ikut belajar di sekolah", begitu saya berpesan pada guru di awal-awal pendaftaran. 

Terlalu cepat

Yang saya sesali dari dua kalimat diawal artikel ini (dengan dua posisi saya sebagai guru dan orang tua) adalah mengapa guru terlalu cepat mengambil kesimpulan terhadap hasil belajar (kemampuan) siswa. Bahkan, lengkap dengan penghakiman sebagai "siswa be**" seperti pada kalimat tersebut.

Padahal, pendidikan itu sendiri adalah sebuah rangkaian proses: proses mengenal diri, proses mengenal kompetensi, proses belajar, proses menjadi sesuatu. Lebih dari itu, proses pendidikan selalu bersifat endless (tidak berakhir), yang selalu kita dengar dengan sebutan livelong learning.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun