Kekecewaan saya tidak bisa menonton langsung diskusi bapak tentang Jakarta setelah satu hari di stasiun TV swasta terobati. Kebetulan sang pembawa acara mengunggah rekaman acara tersebut di akun Youtube miliknya (youtube.com), dan saya bisa menikmati visi bapak sebagai gubernur dan strategi kebijakan bapak tentunya.
Saya cemburu lho pak, bapak yang seorang pendengar...
Di tanyangan tersebut, saya menikmati jalan-jalan bapak bersama sang pembawa acara. Saya lihat beberapa kali bapak "dihentikan" oleh pedagang ditanah abang. Beberapa curhat dan "komplain" tentang kebijakan bapak. Saya perhatikan bapak sedikit berbicara, lebih banyak mendengar.
Saya catat juga bagaimana gerak tubuh bapak ketika berpikir. Sepertinya bapak tengah mencari solusi dari curhatan rakyat bapak. Dan yang lebih saya suka, bapak terima itu sebagai masukan, feedback dari kerja bapak. Kalau saya di posisi bapak (pejabat), mungkin saya akan menyalahkan para pedagang tsb, marah-marah, atau mungkin kembali "menyerang kembali" pernyataan atau keluh kesah (komplain) yang disampaikan. Ya jelas lah, karena saya yakin kebijakan saya itu benar dan pasti "positif" dampaknya.... seperti para pejabat pada umumnya.
Saya cemburu lho pak, ketika bapak mengatakan bahwa setiap kerja selalu di observasi, di modifikasi secara periodik, minggu demi minggu, bulan demi bulan. Saya menikmati proses ini. Artinya bapak kerja berproses, bukan sekedar demi pencitraan pada satu waktu yang hilang pada waktu lainnya.
Selain juga, saya menikmati alur berpikir dan tindak tanduk bapak yang "luar biasa", begitu visioner. Saya menikmati kata-kata bapak ketika menjawab pertanyaan pembawa acara. Sayangnya, kenikmatan itu hilang ketika pembawa acara sering memotong narasi buah pikir bapak. Ah, seandaianya tidak di "cecer" begitu dahsyat, saya bisa menikmati kuliah yang sangat berkualitas dari bapak saat acara tadi. Wajarlah, bapak bukan sekedar gubernur, tapi juga pendidik yang luar biasa.
Saya juga cemburu lho pak, bagaimana bapak bisa mengatur emosi. Pada saat jalan-jalan, bapak mengatur emosi dengan lebih banyak mendengar dan berpikir. Bukan marah-marah sampai berkata-kata serapah. Itu sulit lho pak, apalagi dalam acara live. Yang luar biasa adalah bagaimana statement-statement penjelasan bapak banyak dipotong, di "paksa" diarahkan semau pembawa acara. Kalau saya di cecer dan dipotong-potong pembicaraan, saya pasti pilih diam. Atau saya bilang, tolong jangan dipotong. Atau juga saya bilang "sudah puas" motong pembicaraan saya? Kira-kira begitu pak, karena saya lihat beberapa pejabat begitu kalau di wawancara TV.
Tapi kok bapak bisa tenang, kalem begitu. Bapak masih bisa mengatur tempo berbicara, dengan materi yang masih runut dan berlogika. Itu sangat susah lho pak. Saya aja kalau di potong pembicaraan sama teman sering bingung, dan bilang "tadi saya ngomong apa?". Ini artinya, bapak benar-benar orator yang keren.. pokoknya saya banyak belajar dari sesi wawancara dan diskusi bapak di TV tadi.. Belajar untuk menjadi pendengar, visioner, berlogika, tidak tempramental or emosional, bagaimana berbicara dengan baik dan menebar kebaikan dengan cara-cara yang baik, terlepas dari jabatan dan amanah yang kita emban.
Semoga amanah pak memimpin Jakarta, insya allah kami mendukung dan mendoakan langkah bapak untuk kebaikan kita bersama. Amiin.
Warga Jakarta,
Herri Mulyono