Waktu pertama kali menerima gaji sebagai guru honor di sebuah sekolah dasar, saya bersyukur, senang, dan sedih. Bersyukur karena saya mendapatkan rejeki dari Allah, senang karena itu gaji pertama dan simbol pengakuan sebagai bagian dari korps seragam biru, dan sedih, karena saya hanya menerima Rp. 180ribu saja, dan kadang dibayarkan 3 bulan sekali seiring dana BOS. Baru di tahun awal 2008, gaji saya naik menjadi Rp. 350rb.
Berbekal gaji yang 180rb itu saya menjalani kehidupan sebagai kepala keluarga, hari demi hari, bulan demi bulan. Cukup atau kurang nya sangat relatif. Namun yang saya bersyukur anak saya diberi kecukupan dengan ASI dan jauh dari susu formula. Hanya Azra, karena ia sakit, harus diberi susu formula, dan hal itulah yang pada waktu itu kadang menyempitkan dada.
Suatu ketika, ditahun 2007an, istri saya pernah bercerita, katanya para tetangga dikampung tempat kami tinggal berbisik-bisik, dan bertanya-tanya, berapa gaji saya sebagai guru. Katanya, kehidupan saya "terlihat makmur" dan "berkecukupan". Pada tahun itu, saya baru saja memulai bertugas sebagai guru honor di sebuah SMA dengan gaji pertama Rp. 700rb.
Kata tetangga, gaji saya itu seputar Rp. 5jt atau lebih. Saya cuma senyum-senyum saja, tidak berani mengiyakan, dan tidak berani mengabaikan. Tidak berani mengiyakan karena diatas kertas memang gaji saya tidak tertulis sebesar itu. Tapi tidak berani mengabaikan karena, dalam banyak hal, kualitas gaji saya yang minim itu, dengan ijin Allah, bisa setara dengan angka-angka yang digambarkan tetangga kanan kiri. Saya cuma bilang sama istri, itulah yang disebut "barokah"... barokah itu seperti kualitas sesuatu yang nilainya bisa lebih besar diatas kuantitas. Bisa jadi dengan gaji yang dibawah satu juta itu kita dapat menikmati hidup sama seperti mereka yang bergaji Rp 5jt atau mungkin diatas itu. Nasi boleh sama, tapi soal rasa mungkin berbeda di mulut masing-masing.
Kemarin baca berita orang berlomba-lomba mencari kerja, rela jadi *** untuk meraup gaji, yang katanya 6juta perbulan. Katanya, gelar sarjana tidak menjamin gaji sebesar itu, apalagi kalau menjadi sekedar menjadi guru honor atau guru swasta di sekolah kecil.
Mencari gaji besar ya boleh-boleh saja, karena memang tidak diharamkan. Jadi silahkan saja, kalau memang gaji besar itu yang dicari... tapi jangan sampai lupa tentang satu hal yang disebut "barokah" itu.. Kalau saya boleh bernasihat, untuk diri saya tentuna, "cukuplah Allah sebagai tempat diri bagi kami, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami."