Â
Pandangan Hamka Tentang Poligami
Beberapa pandangan Buya Hamka mengenai poligami antara lain :
Seorang laki-laki yang menikahi perempuan yatim yang berada di bawah pengasuhannya. Hal ini dimaksudkan,dia bisa saja tergoda untuk menguasai harta anak yatim dengan cara yang tidak sah, sebab sudah menjadi istrinya. Kalaupun tidak mengambil hartanya, setidaknya sangat mungkin dilakukan untuk membayar mas nikah secara jujur dan adil. Untuk menghindari hal-hal tersebut, lebih baik laki-laki menikahi perempuan lain walaupun sampai dengan empat perempuan.
Dalam pandangan Buya Hamka, sekalipun beristri lebih dari satu diizinkan dengan syarat yang amat ketat. Akan tetapi, beristri satu posisinya lebih terpuji. Menurut beliau, sewenang-wenang artinya bertindak menurut kehendak sendiri, tidak peduli lagi, masa bodoh. Ini lebih celaka, jika kondisi ekonomi tidak memadai dan jumlah anak dari tiap istri banyak jumlahnya.
- Yang patut digarisbawahi, meski Buya Hamka menganjurkan lebih baik beristri satu. Beliau tidak sampai mengharamkan poligami. Keadilan yang dituntut pada surat An- Nisa' ayat 129, menurut beliau tidak berlaku untuk semua hal, terdapat perkecualian pada masalah hati. Sebab, memang tidak ada yang bisa memaksa hati setiap manusia. Berbeda dengan keadilan dalam nafkah rumah tangga dan pergiliran di malam hari.
Lahirnya pandangan Buya Hamka soal poligami yaitu adanya perspektif Hamka yang terkait masalah poligami, antara lain :
- Agaknya pandangan ini lahir dari pengalaman pribadi Hamka semasa kecil. Saat sang Ayah akan menikah lagi, yang diceraikan adalah ibunda Buya Hamka. Padahal, sebelumnya tidak pernah ada konflik besar di antara ayah dan ibu Hamka. Hal ini ditegaskan kembali dengan nasehat dari kakak ipar Buya AR. Sutan Mansur berkata, "Jika Anda memiliki cita-cita yang tinggi cukuplah beristri satu. Karena waktumu nanti akan tersita untuk berlaku adil di antara istri dan anak-anakmu."
Kalau poligami diharamkan oleh Rasulullah, tentunya sahabat seperti Ghailan ibn Umayyah dan Harits ibn Qais sudah sudah dilarang beristri lebih dari satu ketika itu.
Dari pemikiran Buya Hamka tentang poligami diatas, terdapat beberapa alasan mengapa Buya Hamka tidak ingin melakukan poligami, yaitu :
Adanya Latar Belakang dari Keluarga
- Bisa dibilang, ada trauma masa lalu. Ayah Hamka, Haji Rasul, diketahui mempunyai empat istri. Diantaranya adalah Shafiyah yang merupakan ibu kandung dari Buya Hamka. Ketika Haji Rasul ingin menikah lagi, sementara Islam membatasi laki-laki maksimal beristri empat, satu di antara empat istri tersebut harus diceraikan. Tidak tahu dengan pertimbangan apa, Haji Rasul memilih menceraikan Shafiyah.
- Prioritas Pada Ilmu
- Buya Hamka memiliki prioritas pada ilmu. Dalam suatu kesempatan, A.R. Sutan Mansur menyampaikan kepada beliau bahwa beristri satu adalah salah satu cara untuk bisa menggapai cita-cita yang tinggi. Alasannya, waktu untuk mengurus keluarga (berlaku adil untuk dua istri/ lebih dan anak) akan menyita waktu belajar dan berkarir.
Dari beberapa alasan tersebut, apakah Buya Hamka melarang seorang muslim untuk berpoligami?Â
Dari tafsiran para musafir, poligami itu diperbolehkan. Para musafir berbeda pendapat tentang kebolehan poligami. Perbedaan tersebut, berangkat dari tafsir atas makna"keadilan" yang dimaksud dalam QS. An- Nisa" (4) : 3, 129, berisi syarat perempuan yang boleh dipoligami. Jadi, Buya Hamka yang tidak poligami tetap membolehkan poligami sebagaimana Islam membolehkannya sesuai syariat.