Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hujan September-Oktober dalam Pengetahuan Masyarakat Pedesaan Timor Amarasi

20 September 2024   15:53 Diperbarui: 20 September 2024   15:53 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.rri.co.id/; foto citra satelit BMKG NTT

Pengantar

Di luar dugaan masyarakat pedesaan Timor pada umumnya,  dan khususnya masyarakat pedesaan Pah Amarasi. Lazimnya setiap tahun bila ada hujan selalu ada sekitar bulan Okober, dan berlangsung sehari atau dua hari saja. Sesudah itu, cuaca kembali memasuki musim panas (cenderung kemarau) di pedesaan Pah Amarasi.

Ternyata, tahun 2024 ini hujan turun pada minggu ketiga September. Bukan sekadar hujan ringan-ringan. 

Dalam masyarakat adat Pah Amarasi ada sebutan yang khas bila hujan turun dalam kelaziman bulan Oktober, dan bila sekarang terjadi pada bulan September. Sebutan khas itu dalam bahasa lokal sebagai berikut: keek pe'es nasaeb hau no'o

Keek Pe'es Nasaeb Hau No'o

Satu ungkapan sederhana dari masyarakat pedesaan di Pah Amarasi sebagaimana ada dalam sub judul ini: keek pe'es nasaeb hau no'o, secara harfiah artinya tutup celah membuat tunas baru.

Frasa sebagai ungkapan ini ada menurut situasi alam yang dihadapi masyarakat pedesaan dalam wilayah ini. Setiap tahunnya, sesudah musim penghujan, tanah akan memberi kesuburan. Pepohonan memberikan kerindangan yang menjadikan alam Pah Amarasi terlihat menghijau di mana-mana. Rasanya wilayah ini sedang menikmati kemakmuran (?). Tidak!

Ketika musim penghujan, tanah di tempat tertentu akan mudah longsor. Ini terjadi berulang kali di lokasi seperti itu, bahkan ada pula longsoran di tempat baru akibat penggundulan hutan. Pada sisi lain, area dataran rendah yang tanahnya labil, akan retak-retak (anpeek atau anpeak ~ kata kerja; pe'es; pe'as ~ kata benda). Tanah yang retak-retak ini terjadi karena panas menyengat. 

Akibatnya, area sekitar di mana tanah mengalami keretakan di sana terlihat kering kerontang. Rerumputan dipastikan kering, hingga permukaan tanah terlihat.  Sangat riskan bila retakan itu ada di jalan setapak dan jalan yang dapat dilalui kendaraan roda dua.

Retakan tanah akan terisi kembali ketika hujan turun. Hujan akan berdampak pada aliran air di permukaan tanah sekitarnya, lalu aliran itu akan membawa tanah baru dan mengisi rongga akibat retakan. Inilah yang disebut keek pe'es/pe'as.

Pepohonan yang lazimnya berdaun rimbun, menggugurkan daunnya bila memasuki musim panas. Pohon mahoni, jati, kesambi, bahkan keladi dan sejenisnya pun mulai menggugurkan daunnya untuk mencegah penguapan, dan bertahan hidup.

Dalam kondisi yang demikian, masyarakat pedesaan yang umumnya bertani sambil beternak sapi mulai gelisah. Gugurnya daun lamtoro, pates, dan turi menjadi satu faktor yang menggelisahkan. Rumput yang mengering (mati) di awal musim panas telah mengganggu ternak sapi.

Kegelisahan itu akan terbayar bila ada hujan sehari atau dua hari dengan intensi cukup besar. Masyarakat yang memelihara ternak sapi sebagai sambilan akan bergembira. Rumput akan segera memunculkan tunas-tunas baru dalam waktu paling cepat 3 hari sesudah hujan. Sementara tanaman pakan ternak lainnya akan memunculkan tunas baru paling cepat satu minggu sesudahnya.

Tunas-tunas baru itu disebut nasaeb hau no'o artinya membuat dedaunan naik kembali; yang maksudnya tadinya gugur, sekarang naik kembali ke tempatnya. Tentu saja tidak logis, tetapi anutan pengetahuan ini menjadi menarik. Daun yang telah pergi telah kembali ke tempatnya. Apa yang menjadi penyebab dedaunan naik kembali? Jawabannya, hujan. Hujan yang menjadi penyebab pepohonan yang tadinya menggugurkan daunnya kini bertunas kembali.

Penutup

Tiap daerah'lokal dipastikan mempunyai pengetahuan yang berdasarkan konteks lokalnya. Pengetahuan yang demikian sering disebut kearifan lokal.

Dalam masyarakat pedesaan Pah Amarasi di Timor, pengetahuan ini berhubungan dengan kelaziman masyarakat memperhatikan alam/lingkungan sekitar mereka. Alam Pah Amarasi berbukit, lereng dan lembah. Sebahagian kecil dataran rendah dan dataran tinggi. Pada area dataran itu terlihat adanya pemukiman penduduk yang dibentuk dengan nama desa gaya baru atau desa konsentrasi.

Masyarakat Pah Amarasi sangat familiar dengan bertani dan beternak, terutama ternak sedang (babi) dan ternak besar, sapi. Maka, memperhatikan dan mempelajari alam untuk mendapatkan pengetahuan menjadi olah pikir mereka. Pengetahuan yang demikian itu membuat mereka sigap ketika kemaru berkepanjangan bahkan ketika sumber-sumber air mengurangi debit airnya.

Inilah sekelumit uraian sehubungan dengan cuaca dan iklim yang berubah (bergeser) waktunya dan tidak sesuai kelaziman.

Terima kasih.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 20 September 2024

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun