Pengantar
Pada hari Senin (9/9/24) bertempat di Aula Kantor Pemerintah desa Oebesi Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, satu kegiatan pendidikan non formal dilaksanakan. Pemerintah desa Oebesi melabeli kegiatan ini dengan nama, Penyluhan Perlindungan Anak dan Keluarga.Â
Narasumber yang diundang berasal dari Kepolisian Resort Kupang, Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, Majelis Sinode GMIT, dan seorang Guru Budaya. Utusan Kepolisian Resort Kupang menyajikan aspek hukum pada perlindungan anak. Utusan Dinas Kesehatan menyajikan aspek kesehatan reproduksi dan damppaknya. Utusan Majelis Sinode GMIT menyampaikan aspek teologi dan program praktis gereja (GMIT), dan si Guru Budaya berbicara dari aspek kebudayaan masyarakat adat Pah Amarasi.
Acara ini dihadiri 60 orang perwakilan masyarakat desa Oebesi dalam kategori perempuan, laki-laki, pemuka agama, tokoh masyarakat, pemangku adat, beberapa mahasiswa KKN (gadis, perjaka), perangkat pemerintah desa Oebesi, dan Pengurus Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Suasana Panel DiskusiÂ
Dalam sajian materi yang dilangsungkan secara panel diskusi, empat penyaji/pemateri meyampaikan materi dengan durasi terbatas. Maka, sajian para pemateri sekalipun singkat, namun kiranya harus dalam diksi yang segera dapat dicerna. Hal ini berhubungan dengan level literasi masyarakat pedesaan, khususnya mereka yang hadir dalam acara ini. Mereka tidak harus dikecilkan pengetahuan, namun literasi dalam pengertian membaca agar membuka cakrawala olah pikir sangat berpengaruh.Â
Para pemateri menyadari akan hal ini sehingga diksi yang dipilih disederhanakan sedemikian rupa, tanpa meninggalkan esensi dan tujuan dari kegiatan/acara ini. Para pemateri memilih menggunakan Bahasa Indonesia sederhana, Bahasa Melayu Kupang, dan Bahasa Amarasi.
Sajian materi dengan memanfaatkan varian bahasa yang mudah dimengerti oleh para peserta menjadikan acara diskusi publik yang dikemas secara panel ini menjadikan suasana menyenangkan dan mencerahkan. Peserta antusias dan merespon dengan senyum, tawa berderai dan terpingkal, menjawab pertanyaan secara klasikal atau bahkan memberi celoteh di tengah penyajian materi yang mengundang senyum dan tawa.
Hanya ada 5 orang peserta yang mengacungkan tangan untuk merespon materi. Kelima orang ini menyampaikan dengan bahasa sederhana diselingi istilah-istilah dalam bahasa daerah. Penggunaan istilah bahasa daerah bukan untuk membumbui materi pertanyaan atau komentar. Hal itu kiranya diperlukan untuk memperjelas maksud oleh karena pilihan diksi dalam bahasa Melayu Kupang atau Bahasa Indonesia terasa kurang.