Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kandungan Potensi Lawahing Kabola Nusa Tenggara Timur

3 Juni 2024   20:20 Diperbarui: 3 Juni 2024   20:27 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu Doul (Mezbah) di Lawahing, foto: Ansel Bani

Pengantar

Ketika saya berada di desa Lawahing sebagaimana tulisan terdahulu, saya mendapati ternyata di sana ada kekayaan yang hebat milik bumi Alor dan masyarakatnya.  Dua di antara kekayaan itu akan saya tempatkan di sini yakni: pengetahuan yang sifatnya mitos dan potensi alam (tanaman perkebunan/perdagangan)

Kekayaan desa Lawahing

 
Sebagaimana umumnya tiap daerah atau wilayah, di sana dipastikan ada potensinya. Misalnya padang yang menghampar rumput di sana ternak kuda, sapi, dan kambing. Pada area yang lain, menghutan tanaman perkebunan yang menjadi komoditi dagang masyarakat pemiliknya.

  • Pengetahuan

Masyarakat pedesaan Kabupaten Alor "meyakini" tiap suku ada dengan sendirinya di sana. Istilah yang dikembangkan yakni, pada mulanya dunia penjelmaan di mana makhluk hidup saling menjelma. Ular, babi, buaya, raja laut, dan raja air dapat menjelma menjadi manusia, dan sebaliknya manusia dapat menjelma sebagai makhluk hidup berkaki empat maupun merayap.

Tiap suku yang lahir dari hasil perkawinan makhluk jelmaan akan mewariskan mitos bahwa mereka keturunan makhluk tertentu.

Suku-suku mempunyai satu tempat pemujaan yang disebut doul yang diterjemahkan sebagai mezbah. Doul dimitoskan muncul/timbul dengan sendirinya dari dalam tanah.

Contoh mitos. Dahulu kala, nenek oyang kami sebanyak 3 orang menjelajah bumi Alor, berbekal makanan dan air minum. Makanan diletakkan pada sebentuk nyiru, dan air minum diisikan pada sebatang bambu dengan beberapa ruas.

Salah satu nenek oyang kami tiba di sini. Ia melepas lelah dan bermalam. Ia meletakkan batang bambu berisi air yang tersisa, sementara makanan di nyiru yang dibawanya terlihat mulai menipis. Ia tertidur.

Ketika nenek oyang kami bangun dari tidurnya, seekor ular raksasa sedang menungguinya. Ekornya masih berada di dalam lubang yang tiba-tiba ada di sana. Batang bambu berisi air minum telah berubah menjadi tugu batu. Tugu batu itu masih ada pada tempatnya.

Ular raksasa itu perlahan menjelma menjadi seorang laki-laki dewasa. Ia mengajak nenek oyang kami berbicara. Setelah keduanya merasa saling mengenal secara baik, laki-laki dewasa ini mengajak untuk menjadi suami-isteri. Mula-mula nenek oyang kami tidak menerima "lamaran" menikah, namun bersedia. Itulah cikal-bakal keturunan kami.

Maka, selanjutnya nenek oyang kami bersama suaminya membuat api unggun. Api unggun itu terlihat dimana-mana. Maka, datanglah rombongan orang di sekitar tempat itu. Orang-orang itulah yang menjadi sub suku dari kami.

Sub suku dan nenek oyang kami bersama membangun doul dengan dua tingkat (tangga). Di puncak dan pusat lingkaran ada tugu batu yang mewakili kami dan sub suku.

Lubang tempat keluarnya ular raksasa itu ditutup dengan nyiru yang berubah menjadi batu lempeng besar.

Itulah cerita leluhur kami (Wawancara: Agustina, 2 Juni 24, Lawahing)

Doul yang muncul atau timbul itu berundak atau bertangga antara 2 - 7 tangga. Pada puncak doul  ditancapkan sejumlah batu sebagai respresentasi anak-anak suku (sub suku). Tangga-tangga pada doul mewakili strata sub suku. Makin ke bawah yang makin luas, tempat di mana anggota suku melakukan ritual dalam wujud tari dan lagu. Tarian yang amat lazim disebut lego-lego.


  • Sumber Daya Alam dan Budaya

Topografi. 

Kondisi geografis pulau Alor bila dilihat dari udara, terlihat berbukit, lereng, jurang, lembah dan pesisir pantai. Kota berada di sepanjang pesisir pantai. Sementara area perbukitan dan dataran rendah dijadikan dipilih sebagai lokasi desa/kampung penduduk pedesaan.

Contohnya seperti desa Lawahing, yang semula berada di dekat kota Kalabahi, namun dipindahkan pada tahun 1952 dibentuklah 3 tiga wilayah ketemukungan:  Kabola, Lawahing, dan Ailila. Ketiga ketemukungan ini pada masa pembentukan desa-desa gaya baru masing-masing menjadi desa. 

Beberapa di antara kebudayaan masyarakat Kabupaten Alor yang sangat lazim yakni 

  • rumah adat yang disebut rumah gudang. 
  • tarian lego-lego
  • varian pakaian tradisional
  • alat musik tradisional
  • sistem kekerabatan dan struktur kekekerabatan
  • situs dan ritual-ritual adat
  • sistem kepercayaan kuno yang kini dibaca sebagai budaya/hukum adat

Tanaman perdagangan

Pohon dan buah kenari, pohon dan bunga cengkeh; kolase; Roni Bani
Pohon dan buah kenari, pohon dan bunga cengkeh; kolase; Roni Bani

Kepulauan Alor dikenal dengan sebutan Tribuana karena tiga pulau besar: Alor, Pantar dan Pura, di samping pulau-pulau lainnya. Selain sebutan Tribuana, terdapat sebutan lainnya yakni nusa kenari. Sebagai nusa kenari, tentulah orang merindukan untuk menikmatinya sebagai rempah yang renyah. Beberapa tanaman perdagangan yang sangat dominan di Kabola dan pulau Alor pada umumnya:

  • Kemiri
  • Kenari
  • Cengkeh
  • Vanili, dan
  • Kayu manis


Sangat disayangkan, masyarakat belum mengenal pohon kayu manis. Ansel Bani memperkenalkan kayu manis kepada masyarakat desa Lawahing melalui keluarga di mana ia tinggal bersama mereka. Percakapan informal dengan anggota masyarakat pun disampaikan bahwa di desa Lawahing ternyata ada tanaman rempah yang disebut kayu manis. Kayu manis sebagai salah satu komoditi yang dapat diperdagangkan.

Sementara itu, kemiri dan kenari sangat membutuhkan sentuhan teknologi. Sejauh ini masyarakat masih mengandalkan pendekatan manual untuk mengupas kulit kemiri dan kenari agar dapat diambil buah dagingnya.

 

Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat dipaparkan pada artikel ini yakni:

  • Badan Usaha Milik Desa dapat menjadi penyalur komoditi masyarakat desa. BUMDes membeli, menampung dan menjual komoditi.
  • Koperasi Produktif. Koperasi dibentuk dengan binaan dari Dinas Koperasi. Pembinaan dan pendampingan diperlukan dengan pertimbangan agar badan hukum koperasi dan pengoperasiannya sampai menjadi kuat dan profesional. Jika diperlukan, pengawasan melekat oleh Pemerintah (Dinas Koperasi) serta secara kontinyu membina managemen koperasi produksi.
  • Teknologi Tepat Guna. Diperlukan sentuhan teknologi tepat guna. Misalnya pelatihan untuk membuat alat-alat produksi yang tepat sesuai konteks komoditi yang dimiliki masyarakat.

bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun