Merenda Cinta pada Empat Anggota Tubuh Terlihat
Bila mata melirik, mungkin sedang sipit di kesempitan
bila mata memandang, mungkin akan tajam menukik rasa
bila mata tertutup, mungkinkah rasa dialirkan?
Dalam nuasa bola mata berdansa dengan kelopak mata
cinta dimainkan hingga tangan-tangan saling menggenggam
ketika tangan menggenggam, jemari bersekutu
ketika lengan memeluk, telapak tangan alirkan desiran rasa
ketika bahu dibiarkan menjadi sandaran, nadi bergairah
ketika pinggang dan pinggul siap bersisian, cinta melukis ramah
Â
saat telinga menempel di dinding bisu, desiran bayu berkabar
saat telinga dibisiki rindu berjubel, jantung bergetar kencang
saat telinga mendengar lafal romantis terucap, senyum segera dikulum
kini...
ketika kaki bergeser maju, ia membawa raga tiada sendiri
ketika kaki melangkah, nada orkestra keluarga menjadi tumpuan
ketika kaki dilipat, nada-nada doa, nasihat dan peringatan menggema
ketika kaki diselunjurkan, saat itu kenangan ada dalam mimpi
Adakah rindumu pada cintaku akan pupus?
Mari tautkan cinta kita tanpa pembatas rasa
agar kita melintasi lembah dan bukit rumah tangga
supaya kita melihat cahaya bahagia di ujung lorong waktuSelamat menempuh hidup rumah tangga baru.
Puisi ini ditulis atas permintaan seorang sahabat. Sang Sahabat mengundang PA untuk menghadiri suatu resepsi pernikahan, namun PA tak dapat memenuhi undnagan berhubung pada saat yang sama, PA pun sedang membantu satu urusan pernikahan.
Maka, puisi ditulis, dikirimkan untuk dibacakan pada acara resepsi yang dimaksudkan oleh Sahabat PA itu...Â
Kiriman puisi yang kemudian dibacakan, kiranya menginspirasi kerabat dan sahabat yang hadir pada resepsi pernikahan itu, terlebih pada pasangan kekasih yang menetapkan dan meneguhkan hati dalam cinta mereka untuk menjadi pasangan suami-isteri sah.
PA ~ Pemulung Aksara
Umi Nii Baki-Koro'oto, 30 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H