Aku Dahaga dan Loba Kuasa
Aku duduk di sini, melirik kursi kuasa
Aku merasa iri pada dia yang duduk di sana
Aku pikir kelak mesti menduduki kursi itu
Aku akan merasa nyaman kalahkan kaum tua
Aku punya energi dan daya sebagai yang muda
Aku duduk di sini, mengonggokkan kepala
melihat di sana kaum berjibaku dalam pengkaderan
Aku mesti lebih dari sekadar pemain sirkus melompati api
sambil melentingkan badan melewati serbuan singa
lalu tiba di arena damai sambil tegap dan pongah
Aku sungguh berdahaga pada kuasa
Aku bungkus dengan kepolosan dan keluguan kata
sambil kuremukkan kawan menjadi lawan
hingga kubelokkan komitmen menjadi koteka
tak perlulah malu berhubung lobang lobaku terisi
Aku dahaga dan loba
kursi itu iming-imingi diriku
hingga etika dan moralitas pun kugilas
dan tangga kesulitan tak kupedulikan
saat lawan merangkulku menjadi sekutu
dan sekutu awalku kujadikan rival seteruku
Aku duduk di sini bertepuk tangan riang
Aku tersenyum sambil menepis edaran kabar
Aku sungguh-sungguh rindu tinggalkan kesan
pada kaum peragu yang galau pada keputusan
maka inilah keputusanku sebagai dahaga dan loba kuasa
Umi Nii Baki-Koro'oto, 22 Oktober 2023
Heronimus Bani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H