Pengantar
Hari ini, Jumat (5/5/23) PA sunguh-sungguh kurang informasi sehingga terkejut ketika melihat kaum muda berseragam putih - abu-abu mencoret-coret dengan variasi warna. Mereka bukan saja mencoret dan menulis nama, tetapi juga menggambar hingga mewarnai wajah dan rambut. Pemandangan yang terasa biasa setiap tahun ketika pengumuman kelulusan SMA/SMK/MA. Entahlah di kota lain di Indonesia ini hal ini berlaku sama.
Moment yang terlihat itu terjadi di wilayah Kecamatan Kupang Timur pada saat PA melintas menuju ibukota Kabupaten Kupang, Oelamasi. Suatu pemandangan yang terasa miris, ketika orang tua mengeluh oleh karena kesulitan ekonomi untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka, sementara anak-anak ketika dinyatakan lulus, rasa syukur dan terima kasihnya ditunjukkan dengan sikap dan tindakan vandalism.
Sekilas Sejarah Vandalisme dan Pengaruhnya pada Siswa
Vandalisme pada mulanya berasal dari kata Vandal. Vandal sendiri sesungguhnya nama salah satu suku bangsa di Jerman Kuno . Suku bangsa Vandal menyerang dan menjarah wilayah Romawi di Afrika Utara dengan tindak kekerasan dan perusakan yang mengerikan. Efeknya muncul istilah vandalisme sebagai sikap dan tindakan keras, tidak bertanggung jawab yang merusak banyak hal berharga yang dibangun oleh masyarakat, bangsa dan negara.
Pada abad ke-XVIII kata vandalisme dipakai dalam Bahasa Inggris untuk menggambarkan kelompok orang yang suka merusak barang milik publik dengan tidak bermoral dan beretika. Selanjutnya muncullah masalah sosial yang disebut vandalis.
Bila kita bertanya apa yang menyebabkan adanya tindakan vandalis di sekitar kita, khususnya kepada para siswa lulusan sekolah?
Ulasan mengenai hal ini tentu variatif, kita membutuhkan waktu untuk menelusuri berbagai literatur dan hasil riset dari mereka yang peduli pada masalah sosial yang satu ini.
Aartikel yang dapat Anda baca  di sini menggambarkan tentang apa dan bagaimana vandalisme itu di kalangan remaja. Secara ringkas dapat diparafrasakan sebagai berikut. Kaum muda remaja paling rentan dengan sikap dan tindaka vandaisme. Mengapa? Karena mereka merasa mendapatkan ruang dan peluang untuk mengeksploitasi kemampuan diri dan mempertontonkan secara langsung pada publik pada saat yang bersamaan dengan tindakan itu.
Mereka tidak melakukannya di ruang tertutup tetapi di ruang terbuka agar dapat dilihat publik. Bila sudah di lihat publik di satu titik lokus, mereka berpindah lokus baik dengan berjalan kaki secara beramai-ramai maupun berkendaraan, terutama motor. Mereka akan berboncengan berdua-duaan bahkan bertiga. Mereka tidak memedulikan lagi aturan berlalu-lintas yang baik.Â